Maduraexpose.com– Kabupaten Sumenep, yang terletak di ujung timur Pulau Madura, secara rutin berhadapan dengan masalah klasik yang menyengsarakan warganya: krisis air bersih.
Masalah ini mencapai puncaknya setiap musim kemarau, memaksa ribuan penduduk di desa-desa tertentu, termasuk Montorna, Batang-Batang Daya, dan beberapa desa di wilayah kepulauan, harus berjuang keras hanya untuk mendapatkan air layak konsumsi.
Krisis ini bukan hanya soal kurangnya hujan, tetapi merupakan kombinasi kompleks dari faktor alam, geografis, hingga kerusakan lingkungan.
Tiga Akar Utama Penyebab Krisis Air Bersih di Sumenep
Keterbatasan air bersih di Sumenep dapat dikelompokkan menjadi tiga masalah utama:
1. Ketergantungan pada Air Hujan dan Kemarau Panjang
Banyak warga di Sumenep masih sangat bergantung pada air hujan yang ditampung untuk kebutuhan sehari-hari. Ketika musim kemarau panjang melanda, persediaan air tampungan ini dengan cepat menipis, jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan minum, memasak, mandi, dan mencuci. Ketergantungan struktural ini menjadi rentan ketika curah hujan berkurang.
2. Intrusi Air Laut dan Kondisi Air Sumur Payau
Sebagai wilayah pesisir dengan banyak pulau, Sumenep menghadapi tantangan geografis berupa intrusi air laut. Di banyak wilayah, air sumur yang digali warga cenderung payau atau asin karena telah tercampur dengan air laut yang merembes masuk ke akuifer (lapisan pembawa air) daratan. Fenomena ini membuat air sumur menjadi tidak layak minum dan digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, seperti dilaporkan oleh Kompas.com.
3. Kerusakan Lingkungan dan Daya Serap Tanah Menurun
Faktor lingkungan turut memperburuk krisis. Menurut temuan WALHI Jawa Timur, alih fungsi lahan, terutama di wilayah hulu, secara drastis mengurangi daya serap tanah terhadap air hujan. Akibatnya, air hujan lebih banyak yang menjadi limpasan permukaan (terbuang) daripada tersimpan di dalam tanah sebagai cadangan air baku. Kerusakan tata ruang ini mengurangi kemampuan bumi Sumenep untuk menyimpan air untuk masa kemarau.
Dampak Nyata yang Menghimpit Warga Sumenep
Konsekuensi dari krisis air ini langsung terasa pada kehidupan sehari-hari dan sektor ekonomi:
- Beban Ekonomi dan Fisik: Warga yang kekurangan air terpaksa harus menempuh jarak jauh untuk mencari sumber air atau membelinya dengan harga tinggi. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli air bersih ini menjadi beban ekonomi yang memberatkan, terutama bagi keluarga prasejahtera.
- Ancaman pada Sektor Pertanian: Keterbatasan air juga membatasi potensi pertanian daerah. Beberapa wilayah dilaporkan hanya bisa panen padi sekali dalam setahun karena sawah mereka sepenuhnya mengandalkan musim hujan untuk pengairan. Keterbatasan irigasi ini menghambat kesejahteraan petani.
Upaya Penanganan: Dari Dropping Cepat Hingga Solusi Teknologi
Menyadari tantangan yang berulang ini, pemerintah daerah dan berbagai pihak telah melakukan upaya jangka pendek maupun jangka panjang:
1. Solusi Jangka Pendek: Bantuan Air Tangki
Setiap kali krisis air mencapai puncaknya, solusi cepat yang diterapkan adalah penyaluran bantuan air bersih melalui tangki (dropping air). Bantuan ini, yang sering disalurkan oleh pemerintah dan organisasi, berfungsi sebagai upaya tanggap darurat untuk memastikan kebutuhan air minum dan memasak warga terpenuhi selama masa krisis.
2. Penerapan Teknologi Reverse Osmosis (RO)
Salah satu solusi inovatif untuk mengatasi masalah air payau adalah penerapan teknologi Reverse Osmosis (RO). Teknologi ini mampu mengubah air asin atau payau menjadi air tawar yang layak minum. Upaya implementasi, seperti yang dilakukan oleh Universitas Narotama di beberapa lokasi, menunjukkan potensi besar untuk memanfaatkan air payau yang melimpah di wilayah pesisir.
3. Harapan pada Pengeboran Sumur Jangka Panjang
Sebagai solusi jangka panjang yang paling diharapkan oleh warga dan didukung oleh pemerintah daerah, adalah program pengeboran sumur yang lebih dalam. Tujuannya adalah untuk menemukan sumber air tawar yang lebih stabil dan terhindar dari intrusi air laut, guna mengurangi ketergantungan pada air permukaan yang cepat habis saat kemarau.
Krisis air di Sumenep adalah panggilan bagi semua pihak untuk tidak hanya berfokus pada solusi darurat, tetapi juga pada tata kelola lingkungan dan investasi berkelanjutan dalam infrastruktur air. Tanpa langkah-langkah konservasi dan teknologi yang efektif, jerat kekeringan akan terus menjadi ancaman tahunan bagi Bumi Sumekar.