SUMENEP – Polemik seputar rencana survei seismik di perairan Kepulauan Kangean, Sumenep, yang diprakarsai oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) seperti PT Kangean Energy Indonesia (KEI), telah mencapai titik didih.
Aksi penolakan masyarakat yang meluas—dari unjuk rasa di darat hingga pengusiran kapal di tengah laut—kini tertuju pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, yang dinilai lamban mengambil sikap dalam membela kepentingan warga kepulauan.
Meskipun aktivitas migas adalah domain pemerintah pusat, masyarakat Kangean mendesak wakil rakyat provinsi untuk menggunakan tanggung jawab politik dan kewenangan wilayah pesisir demi melindungi ekosistem dan mata pencaharian ribuan nelayan.
Desakan Kritis dari Rakyat Kepulauan
Desakan agar DPRD Jatim segera bertindak disampaikan secara vokal oleh aktivis dan warga. Sudarno, aktivis asal Pulau Kangean, dengan tegas menyatakan kekecewaan masyarakat.
Ia khawatir Pulau Kangean hanya menjadi komoditas politik yang “diingat saat pemilu” namun “dihilangkan” saat berhadapan dengan kepentingan korporasi besar.
Inti dari penolakan masyarakat adalah ketakutan akan kerugian jangka panjang yang tidak sebanding dengan janji keuntungan sesaat. Tiga poin utama penolakan ini meliputi:
- Ancaman Ekologis: Gelombang kejut (air gun) dari survei seismik dikhawatirkan merusak terumbu karang, mengganggu pola migrasi ikan, dan secara permanen merusak ekosistem laut yang sangat rentan.
- Gangguan Mata Pencaharian: Laut adalah sumber hidup utama warga Kangean. Survei seismik secara langsung mengganggu jalur tangkap nelayan, yang mayoritas menggunakan perahu kecil dengan jangkauan terbatas. Penurunan hasil tangkapan akan langsung berakibat pada kesejahteraan ribuan keluarga.
- Keadilan Sosial: Warga merasa kegiatan migas bertahun-tahun tidak memberikan manfaat signifikan bagi infrastruktur dan pelayanan publik di pulau mereka. Oleh karena itu, mereka menuntut penghentian aktivitas dan dialog yang partisipatif, bukan hanya sosialisasi satu arah.
Aktivis menekankan bahwa DPRD Provinsi memiliki tanggung jawab politik yang sah untuk membela rakyat kepulauan, mengingat kewenangan pengelolaan wilayah laut 0–12 mil berada di tangan provinsi.
Respon dan Keterlibatan Anggota DPRD Jatim
Menanggapi desakan publik, sejumlah anggota DPRD Jawa Timur, khususnya yang berasal dari daerah pemilihan Sumenep, mulai menunjukkan pergerakan dan sikap kritis.
- Aksi Nyata: Anggota Komisi C DPRD Jatim, Nur Faizin, telah mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk memanggil pihak KEI dan menghentikan seluruh aktivitas survei seismik. Langkah ini diikuti dengan Dinas ESDM Jatim yang dikabarkan sudah menyurati SKK Migas perwakilan Jawa Timur untuk meminta klarifikasi.
- Landasan Regulasi: Desakan ini juga didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang semestinya memprioritaskan konservasi dan keberlanjutan.
Meskipun demikian, ada kritik tajam dari aktivis lokal yang menuding sebagian wakil rakyat sebagai “pahlawan kesiangan” yang hanya “numpang isu” demi kepentingan politik. Mereka menuntut kerja nyata, bukan sekadar pernyataan.
Penutup: Dilema antara Energi dan Ekologi
Polemik survei seismik di Kangean adalah cerminan klasik dari dilema pembangunan di Indonesia: menyeimbangkan kebutuhan energi nasional dengan hak kedaulatan masyarakat lokal atas lingkungan dan sumber daya mereka.
Masyarakat menuntut agar pihak legislatif, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, berhenti “bungkam” dan membuktikan bahwa posisi politik mereka berada di pihak rakyat kepulauan.
Kegagalan mencapai solusi yang adil dan transparan hanya akan meningkatkan eskalasi konflik horizontal di lapangan, membenturkan masyarakat secara langsung dengan perusahaan. Jalan keluar terletak pada penghentian sementara aktivitas seismik dan pembukaan ruang dialog yang setara untuk memastikan keberlanjutan hidup masyarakat kepulauan, bukan hanya keberlanjutan proyek migas.
[trbn/dbs/pri/gim/tim]

















