Pengusiran disertai pembakaran rumah di permukiman anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Mempawah, Kalimantan Barat, jelas merupakan tindak kriminal. Pemerintah harus menghentikan laku anarkistis tersebut. Bagaimanapun, anggota Gafatar itu adalah warga negara yang harus dilindungi-termasuk harta benda mereka.
Selasa malam lalu ratusan orang membakar sembilan rumah di Dusun Moton Asam, Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Timur. Daerah yang terletak sekitar 80 kilometer dari Pontianak itu merupakan permukiman anggota Gafatar. Aparat keamanan terkesan membiarkan pembakaran itu, yang meluluh-lantakkan rumah-rumah yang dibangun anggota Gafatar di atas lahan milik mereka.
Pembakaran dipicu tudingan dan berita-berita yang menyebutkan anggota Gafatar menyebarkan paham sesat. Selain itu, kelompok ini disebut sebagai perpanjangan dari Al-Qiyadah al-Islamiyah, Komunitas Millah Abraham, pimpinan nabi palsu Ahmad Mushaddeq. Akibat pembakaran, sekitar seribu anggota Gafatar kini menjadi manusia pengungsi.
Meski tak sampai jatuh korban jiwa, pengusiran disertai pembakaran membuktikan bahwa hak anggota Gafatar atas rasa aman dalam menjalankan keyakinan mereka sama sekali tak terlindungi. Aparat kepolisian harus segera mengusut dan menangkap para pelakunya. Perbuatan main hakim sendiri itu tak bisa dibenarkan. Pelakunya harus ditangkap dan diadili.
Bukan hanya kali ini kelompok minoritas di negeri ini mendapat perlakuan brutal lantaran keyakinannya dinilai tak sejalan dengan ajaran yang ada. Hal yang sama dialami oleh, misalnya, pengikut Ahmadiyah ataupun penganut aliran kepercayaan lain. Kita prihatin karena negara seperti tak berdaya menghadapi hal semacam itu.