SUMENEP, JATIM – Nama Eko Wahyudi kembali mencuat, namun dengan peran yang sangat berbeda. Sosok yang dulunya dikenal sebagai Koordinator Lapangan (Korlap) aksi unjuk rasa yang getol menolak kebijakan daerah, terutama eksplorasi migas di Gili Raja, kini bertugas sebagai Ajudan atau Aspri Wakil Bupati Sumenep, KH Imam Hasyim. Transisi ini memicu pertanyaan dan perbincangan panas di kalangan masyarakat dan aktivis Madura.
📢 Mengenang Eko Wahyudi Sang Aktivis: Penolak Keras Pengeboran Migas HCML
Jauh sebelum mengenakan seragam ajudan, Eko Wahyudi adalah simbol perlawanan warga terhadap perusahaan migas. Momen puncaknya terjadi pada Selasa, 7 Februari 2017, ketika puluhan warga Pulau Gili Raja Sumenep menggelar demo besar-besaran di depan kantor DPRD dan Pemkab.
Sebagai korlap aksi, pernyataan Eko Wahyudi kala itu sangatlah tegas dan mengagitasi:
“Kami menilai perusahaan migas PT HCML hanya bekerja untuk kepentingan golongannya tanpa memikirkan warga di daerah terdampak,” teriak Eko. Ia juga menuding dampak positif dari perusahaan migas tidak transparan dan tidak tepat sasaran kepada masyarakat sekitar pengeboran.
Tuntutan Eko Wahyudi dan warga jelas: Tolak Pengeboran Migas PT HCML. Mereka menilai perusahaan tersebut tidak bisa menghidupi warga sekitar dan justru merugikan nelayan, bahkan dituding merusak rumpon.
🤝 Pergeseran Peran: Dari Jalanan Menuju Istana Pemerintahan
Kini, narasi berubah drastis. Sosok Eko Wahyudi yang dikenal vokal menentang kebijakan yang dianggap merugikan rakyat, kini berada di lingkaran terdalam kekuasaan. Ia mendampingi KH Imam Hasyim, Wakil Bupati Sumenep yang juga menjabat Ketua DPC PKB Sumenep – sebuah posisi politik yang sangat strategis.
Perubahan peran ini menimbulkan dilema moral dan politik.
- Apakah idealisme seorang aktivis bisa tetap terjaga saat berada di dalam sistem yang dulu ia kritik?
- Bagaimana nasib tuntutan warga Gili Raja terkait migas yang dulu ia perjuangkan?
- Apakah peran baru ini adalah upaya merangkul ‘oposisi’ atau justru ‘pembungkaman’ halus terhadap suara kritis?
🤔 Pertanyaan Kritis untuk Publik Sumenep
Transisi Eko Wahyudi harus menjadi bahan perenungan. Warga Sumenep berhak mengetahui, apakah keberadaan Eko Wahyudi sebagai Aspri Wabup akan membawa perubahan positif dari dalam, ataukah hanya akan melunturkan semangat perlawanan yang dulu ia kobarkan?
Keputusan Eko Wahyudi untuk menerima jabatan ini, meskipun merupakan hak pribadi, memiliki implikasi besar terhadap gerakan aktivisme di daerah. Ini adalah cermin: seberapa jauh jarak antara idealisme aktivis dan realitas kekuasaan.
Publik Sumenep menantikan kiprah Eko Wahyudi dalam peran barunya. Akankah ia menjadi jembatan bagi aspirasi rakyat miskin dan nelayan Gili Raja yang dulu ia bela, ataukah ia akan terserap dalam pusaran status quo yang pernah ia tentang?

















