SUMENEP — Niat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep untuk mengukuhkan identitasnya sebagai “Kota Keris” melalui pembangunan Monumen Keris di perbatasan Sumenep-Pamekasan telah menimbulkan perdebatan publik yang signifikan.
Proyek bernilai Rp2,5 miliar ini menuai pujian atas upaya pelestarian budaya, namun sekaligus dikritik tajam karena dugaan ketidaksesuaian kualitas konstruksi dengan anggaran fantastis yang digelontorkan.
Ambisi Pemkab: Menguatkan Predikat Kota Keris Dunia
Pembangunan monumen ini diawali secara simbolis dengan penempaan keris pada Hari Jadi ke-754 Kabupaten Sumenep, Selasa (31/10/2023). Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, menegaskan bahwa monumen yang dibangun di Desa Sendang, Kecamatan Pragaan, ini merupakan ikhtiar nyata untuk memperkenalkan Sumenep kepada publik yang telah diakui UNESCO sebagai daerah dengan empu keris terbanyak di dunia.
“Pembangunan tugu atau penanda kawasan itu merupakan bagian untuk menunjukkan identitas bahwa Kabupaten Sumenep adalah Kota Keris, sesuai dengan ketetapan UNESCO bahwa Kabupaten Sumenep memiliki empu terbanyak di dunia,” kata Bupati Achmad Fauzi saat penempaan keris.
Bupati menambahkan bahwa tugu keris setinggi 17 meter ini telah menjadi rencana lama dan selain berfungsi sebagai penanda identitas daerah, juga akan menjadi rest area untuk memperindah wajah perbatasan dan mendukung geliat ekonomi lokal melalui UMKM.
Keluhan Publik: Kualitas, Daya Tarik, dan Keterlambatan
Namun, euforia atas monumen ini tidak berlangsung lama. Setelah pembangunan berjalan, muncul sorotan tajam dari masyarakat dan media terkait beberapa aspek krusial:
- Kualitas Konstruksi Diragukan: Sebagian warga mengeluhkan kualitas konstruksi tugu keris yang dinilai tidak sebanding dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,5 miliar. Bahkan, laporan media mengindikasikan adanya retak-retak halus atau fenomena popping pada bagian teras monumen, memunculkan kecurigaan adanya penyimpangan dalam proyek.
- Daya Tarik Wisata yang Gagal: Keluhan lain menyoroti kegagalan proyek ini dalam menarik minat warga lokal, bahkan untuk sekadar berswafoto. Tugu ini dinilai tidak efektif sebagai daya tarik wisata, apalagi sebagai landmark yang diharapkan dapat memberi kesan “wow” bagi wisatawan luar.
- Keterlambatan Proyek: Proses pembangunan sempat mengalami keterlambatan dari target awal penyelesaian pada Agustus 2024. Kabag Perekonomian Setkab Sumenep, Dadang Dedy Iskandar, menjelaskan bahwa keterlambatan tersebut murni disebabkan oleh kendala teknis di lapangan, seperti waktu pemasangan keris dan penantian alat berat.
Respons Pemkab dan Progres Pembangunan

ICON BARU SUMENEP:
Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, (kanan) meresmikan Monumen Tugu Keris di Desa Sendang, Pragaan, Sumenep, Madura, Kamis (30/01/2025). Tugu Keris setinggi 17 meter ini diharapkan menjadi ikon budaya dan destinasi wisata unggulan yang berdampak positif pada perekonomian lokal, lengkap dengan fasilitas rest area dan spot foto yang menarik. [dok.Istimewa]
Menanggapi kritik yang muncul, pihak Pemkab Sumenep, melalui Kabag Perekonomian Setkab Sumenep Dadang Dedy Iskandar, memastikan bahwa Pemkab telah melakukan evaluasi dan pemantauan ketat terhadap pelaksana proyek untuk memastikan pembangunan tetap berjalan sesuai rencana.
Pada saat keluhan mulai mencuat, proyek pembangunan tugu keris dilaporkan telah mencapai progres antara 60 hingga 70 persen. Meskipun terdapat kendala teknis dan kritik, Pemkab Sumenep tetap meyakini bahwa Monumen Keris ini akan menjadi simbol budaya yang kuat dan lokomotif pertumbuhan ekonomi lokal. Monumen ini sendiri dilaporkan diresmikan pada Januari 2025 dan disebut-sebut sebagai Monumen Keris Terpanjang di Indonesia.
Polemik Tugu Keris Sumenep ini menjadi studi kasus penting mengenai tantangan dalam mewujudkan proyek landmark budaya, di mana niat baik pemerintah untuk menguatkan identitas daerah harus diimbangi dengan transparansi anggaran dan jaminan kualitas konstruksi yang memenuhi ekspektasi publik.
[dbs/srk/gim/kab]

















