Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, adalah fenomena politik yang tak terbantahkan. Dengan rekor perolehan suara nasional pada Pemilu 2024 yang melampaui angka 520.000, ditambah dua kali berturut-turut memimpin Banggar, politisi PDI Perjuangan ini telah mengukuhkan dirinya sebagai tokoh sentral dalam peta kekuasaan dan pengelolaan fiskal negara. Penghargaan teranyar dari CNN Indonesia Awards 2024 dan detikcom Awards 2024, yang mengakui “Dedikasi Luar Biasa” dan “Advokasi Keadilan Anggaran Daerah,” adalah legitimasi atas kerja kerasnya di tingkat nasional dan Dapil Jawa Timur XI (Madura).
Namun, di tengah gemerlap pujian dan pengakuan nasional, muncul sebuah pertanyaan moral dan politik yang tak terhindarkan, terutama dari kalangan masyarakat akar rumput: Sejauh mana kontribusi kongkret Said Abdullah, putra kelahiran Sumenep, telah tercermin dalam akselerasi pembangunan kampung halamannya?
Potensi Tak Tertandingi The Man of Banggar
Posisi Said Abdullah sebagai Ketua Banggar DPR RI menempatkannya pada posisi strategis yang tak tertandingi dalam “mengadvokasi keadilan anggaran daerah.” Ia adalah “kunci” yang bisa membuka pintu alokasi Dana Transfer ke Daerah (TKD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Tersedianya data bahwa Said Abdullah memiliki perhatian khusus terhadap isu stunting, pendidikan agama, dan bahkan menginisiasi pembangunan fasilitas kesehatan seperti Baghraf Health Clinic di Sumenep, menunjukkan adanya upaya personal untuk ngopeni (merawat) kampung halamannya. Selain itu, perolehan puluhan aset tanah dan bangunan yang terdata di Sumenep, menurut LHKPN, juga menunjukkan ikatan emosional dan materi yang kuat dengan tanah kelahirannya.
Jebakan Narasi: Perjuangan atau Realisasi?
Meskipun narasi politik yang dibangun sangat kuat—yakni memperjuangkan “kepentingan rakyat Madura”—opini publik membutuhkan indikator yang lebih substansial. Saat ini, fokus pemberitaan lebih banyak berkisar pada:
- Prestasi Personal: Rekor suara dan penghargaan dari pers nasional.
- Filosofi Anggaran: Dorongan alokasi anggaran pro-rakyat di sektor pendidikan dan kesehatan secara umum.
- Bantuan Simbolis/Personal: Apresiasi kepada ibu-ibu zero stunting dan bantuan sarana kesehatan.
Namun, yang sering luput dari perhatian adalah: proyek pembangunan besar dan transformatif apa di Sumenep yang secara eksplisit merupakan hasil power negosiasi dan pengawalan anggaran oleh Ketua Banggar? Misalnya, peningkatan signifikan pada infrastruktur jalan kepulauan, modernisasi pelabuhan, atau proyek air bersih yang berskala masif.
Tanggung Jawab Moral di Atas Penghargaan
Said Abdullah berulang kali menyampaikan bahwa nilai seorang manusia terletak pada seberapa besar ia mampu berbuat untuk masyarakat. Di sinilah letak pertanyaannya: Bagi Sumenep, yang merupakan daerah kepulauan dengan tantangan kemiskinan dan infrastruktur yang kompleks, kapan janji peningkatan kualitas hidup akan melampaui sekadar retorika advokasi keadilan anggaran?
Penghargaan “Dedikasi Luar Biasa” yang ia terima harus diuji oleh outcome nyata di lapangan. Jika politisi sekaliber Said Abdullah, dengan akses tak terbatas ke kas negara, tidak mampu membawa lompatan signifikan bagi tanah kelahirannya, maka siapa lagi?
Pada akhirnya, kontribusi seorang politisi tidak hanya diukur dari jumlah suara yang ia raih, seberapa sering ia turun ke desa, atau berapa banyak piala yang ia koleksi, tetapi pada seberapa besar warisan fisik dan sistemik yang ia tinggalkan untuk memutus rantai kemiskinan dan keterbelakangan di bumi kelahirannya.
Rakyat Sumenep tidak hanya butuh kata-kata manis tentang “pengabdian tanpa pamrih,” tetapi butuh bukti bahwa anak bangsanya yang duduk di posisi tertinggi Banggar benar-benar menjadikan Sumenep sebagai prioritas utama dalam khatam (penutup) masa jabatannya.

















