Meski Pilkada Sumenep sudah didepan mata, namun gemuruh “sensasi” nya tak sedahsyat seperti dijelang pemilihan sebelumnya.
Saking “senyapnya”, kerap muncul sindiran di sejumlah Grup WhatsApp semisal kelakar “pelean mareh lah (Pilkada Sudah selesai?). Menariknya, sebuah grup WA yang diberi nama “2024 Ganti Bupati” yang biasanya ramai dengan diskusi Pilkada Sumenep, dalam beberapa hari terakhir hanya terlihat obrolan ringan dan selebihnya menjadi ajang saling share link berita .
Jauh dibalik “kesunyian” hiruk pikuk Pilkada Sumenep, diam-diam sosok Nyai Eva alias Dewi Khalifah, “Pendamping” Bupati Achmad Fauzi priode-2021-2024 ini justru menjadi perhatian banyak pihak. Wajar, politisi cantik itu memiliki pengaruh besar dikalangan Muslimat NU Sumenep. Selama menjabat Wakil Bupati Sumenep, sosok Nyai Eva sangat intens mengawal UMKM Sumenep baik ditingkat lokal maupun di pentas nasional.
Namun yang tak kalah menariknya, hingga sampai saat ini adalah soal”Absennya” atau tidak diusungnya Nyai Eva mendampingi calon petahana di priode kedua ini.
Hal inilah yang kemudian menjadi tanda tanya besar sejumlah kalangan. Pasalnya, PDIP Sumenep memiliki 11 Kursi DPRD hasil Pileg 2024, maka secara otomatis bisa mengusung pasangan Fauzi-Eva dengan atau tanpa parpol koalisi. Banyak pihak berharap kedua pasangan hasil Pilkada Sumenep 2020 itu kembali melanjutkan perjuangan seperti yang terjadi pada pasangan Calon Gubernur- Wakil Gubernur Jawa Timur Khafifah Indar Parawansa- Emil Dardak.
Okelah, hal itu merupakan otoritas dari PDI Perjuangan dalam menentukan pilihan politiknya. Lantas, dengan “absennya” Nyai Eva di Pilkada Sumenep ini, tentu saja melahirkan banyak spekulasi publik, kemana arah dukungan mantan politisi PKB itu “dikerahkan” dalam Pilkada Sumenep 2024 ini?.
Pertanyaan ini sangat sederhana, namun tidak mudah ditebak. Publik hanya bisa meraba-raba anatara tetap memberikan dukungan kepada Calon Bupati petahana atau malah berbalik arah menjadi lawannya, dengan cara bergabung dengan pasangan calon yang menjadi rival politik petahana.
Berbagai kemungkinan pasti akan terjadi, apalagi dalam politik kerap disandingkan dengan kepentingan, seperti adagium yang sering kita dengar “Tak Ada Teman dan Lawan yang Abadi dalam Politik.” Politik bisa membuat kawan menjadi lawan atau sebaliknya.
Sepinya hiruk pikuk dijelang Pilkada Sumenep 2024 ini, ada yang memaknai sesuatu yang harus “diwaspadai” oleh seluruh pendukung paslon. Karena ibarat “bom waktu”, masing-masing pendukung, bisa saja “meledakkan” strategi yang mengagetkan satu sama lain.
Ini hanyalah catatan kecil sebagai penghibur “kelesuan” masyarakat dalam menghadapi tuntutan hidup yang saat ini dinilai makin berat. Namun terlepas dari itu semua, peran penyelenggara Pilkada Sumenep perlu kerja ekstra dan lebih pro aktif dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu pilar demokrasi, kesempatan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang akan mempengaruhi kebijakan dan arah pembangunan Sumenep dalam lima tahun kedepan.
Jangan sampai partisipasi masyarakat dalam Pilkada Sumenep tidak maksimal, apatisme politik tidak boleh terjadi.
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada Sumenep berpeluang terjadinya praktek-praktek politik “tidak sehat” seperti politik uang dan hal-hal lain yang tidak diharapkan.
Selain itu dapat mengakibatkan terpilihnya pemimpin yang kurang representatif dan melemahkan legitimasi pemerintahan daerah. Wallahu A’lam!