Sumenep (Maduraexpose.com)– Viral Surat Terbuka Mengaku Loyalis Bupati Sumenep yang menyinggung Soal Anggaran Rp 1,9 Miliar yang menyasar kepada Satpol PP Sumenep , instansi yang memfasilitasi sejumlah media mendapatkan kucuran dana iklan, termasuk dalam melakukan sosialisasi untuk menekan peredaran rokok ilegal.
Anggaran miliaran itu bersumber dari dana yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2023.
Surat itu beredar disejumlah grup WahatsApp ditulis oleh aktivis Sumenep Ainur Rahman.
Madura Expose: Tulisan antum diposting dmn ini menarik.
Ainur Rahman: Digrup Busyrolana awalnya, mungkin diteruskan oleh cakanca.
Dalam surat itu Ainur juga mengungkap ada oknum pegawai Satpol PP yang merokok produk tersebut.
Saat dikonfirmasi media ini, Ainur Rahman membenarkan surat terbuka kepada Bupati Sumenep itu ditulis dirinya melalui Grup WA.
Sementara Kasatpol PP Sumenep dikonfirmasi terkait hal itu mengaku bukan kewenangan Pemkab.
“Pemkab tdk punya kewenangan dalam hal penindakan,” demikian balasan singkat Sementara Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Sumenep, Drs. Achmad Laili Maulidy M.Si., Selasa 28 November 2023.
Berikut Surat Terbuka Ainur Rahman yang beredar di Grup WhatsApp tanpa dilakukan edit sedikitpun.
*Surat Dari Loyalis tapi Bukan Penjilat; Ainur Rahman*
*Anggaran Rp 1,9 Miliar Dibuat Foto-foto Yang Tak Menghasilkan Apa-apa*
Kepada Yang Terhormat,
Bupati SumenepSalam.
Bersama ini, kami sampaikan bahwa dana DBHCT 2023 sebesar Rp 1,9 miliar untuk pemberantasan rokok ilegal di Kabupaten Sumenep tak jelas hasilnya.
Tim pasukan pemberantasan rokok ilegal memang gencar melakukan sosialisasi. Sering turba ke warung-warung dan toko-toko kelontong. Merka memasang baner larangan berjualan rokok ilegal. Tapi itu hanya bualan saja.
Fakta di lapangan: rokok ilegal beredar masif. Konsumen rokok ilegal dari berbagai kelompok masyarakat. Bahkan, ada anggota Satpol PP sendiri juga mengkonsumsi rokok ilegal.
Pertanyaannya: untuk apa biaya miliaran rupiah itu dihabiskan kalau tak menghasilkan apa-apa? Apa sekedar memenuhi syarat kelengkapan SPJ untuk mencairkan uang Rp 1,9 miliar?
Kalau emang serius menghentikan peredaran rokok ilegal. Tutup saja pabrik pembuatan rokok ilegal. Toh petugas Satpol PP yang diberi kewenangan memberantas rokok ilegal ngerti kok. Di mana saja lokasi yang menjadi tempat penyimpanan dan produksi rokok ilegal.
Pak Bupati…
Coba tanyakan kepada Satpol PP dan tim gabungan. Kenapa bisanya ramai-ramai datang ke warung-warung kecil penjual rokok untuk merazia rokom ilegal? Kenapa mereka gak datang ke gudang penyimpanan dan tempat produksi rokok ilegal?
Gak berani ya..atau anu…?
Kalau sekedar mau foto selfi dengan pakaian resmi petugas negara, jangan begitulah. Apalagi menghabiskan biaya Rp 1,9 miliar untuk sekedar berfoto ria.
Eman kan?. Uang Rp 1,9 miliar dihabiskan sekedar befoto-foto. Kan lebih nyaman dibuat event sebulan suntuk seperti yang diimpikan Pak Bupati.
Atau uang Rp 1,9 miliar itu dibuat memborong jualan UMKM yang berjejer di JL Dipenogoro dan JL Trunojoyo untuk acara makan gratis sepuasnya.
Daripada uang Rp 1,9 miliar untuk berfoto ria dengan judul memberantas rokok ilegal. Tapi rokok ilegal bebas beredar karena gudang dan pabrikan tak tersentuh.
Pak Bupati…
Sebenarnya masyarakat sampean senang adanya rokok ilegal. Yang benar-benar dirasakan masyarakat sejak rokok ilegal itu masif, berefek:
1. Harga tembakau rakyat dibeli dengan harga tinggi. Alhamdulillah dengan anggaran pemberantasan rokok ilegal yang formalitas tapi menghabiskan Rp 1,9 miliar. Petani tembakau menikmati hasil jual tembakau yang mencapai Rp 76 ribu per Kg. Kalau ada pertumbuhan ekonomi warga sampean itu efek dari adanya rokok ilegal.
2. Warga sekitar gudang atau pabrik rokok ilegal ikut kecipratan. Warga yang di rumah-rumah itu punya penghasilan baru. Yaitu menerima borongan kemasan bungkus rokok ilegal. Per bungkus dihargai Rp 450. Sehari bisa sampai seribu bungkus. Kalau dirupiahkan. Satu rumah bisa dapat uang Rp 450 ribu dalam sehari. Alhamdulillah. Masyarakat kecipratan rokok ilegal. Tapi bukan menghaburkan uang negara seperti dana pemberantasan Rp 1,9 miliar.
3. Masyarakat penghasilan lemah sangat terbantu adanya rokok ilegal. Bayangkan jika sehari menghabiskan 2 bungkus. Harga sebungkus Rp 32 ribu. Kalau beli rokok ilegal hanya Rp 10 ribu. Ada yang Rp 8 ribu per bungkus.
Lain kata: adanya rokok ilegal secara tak langsung sangat membantu warga sampean Pak Bupati. Apalagi yang menjadi bandar dan pengedarnya. Katanya kenal dengan sampean.
Karena itu, lewat surat yang saya tulis dan dikirim via Grup WhatsApp: saya mohon hapus saja anggaran pemberantasan rokok ilegal karena tak jelas hasilnya. Apalagi uang sebesar Rp 1,9 miliar hanya dibuat foto-foto.
Duh…kok seperti kebanyakan uang di Sumenep. Padahal orang miskin lebih 200 ribu jiwa.
Salam, Pak Bupati…
Ainur Rahman
Loyalis Bukan Penjilat