Scroll untuk baca artikel
Hot Expose

Politik Sastra, Negara, Ideologi

Avatar photo
215
×

Politik Sastra, Negara, Ideologi

Sebarkan artikel ini

MADURA EXPOSE–Terdapat suatu kecenderungan umum yang berkembang dalam masyarakat, yakni ketika sastra diposisikan sebagai fenomena yang hanya berhubungan dengan dunia khayalan.

Paling dekat adalah pekerjaan orang-orang iseng untuk sekedar mengisi waktu dan secara signifikan tidak berkaitan dengan riuh rendah persoalan-persoalan bangsa yang sedang sibuk membangun. Mungkin juga hanya berharga sebagai pilihan terakhir mencari hiburan eksklusif, untuk memberi kesan, dan upaya legitimasi, bahwa sebetulnya kita merupakan bangsa yang beradab.

Situasi paradigmatik tersebut secara keseluruhan berpengaruh terhadap kebijakan yang diambil oleh negara dan masyarakat, baik pada tingkat politik ekonomi pendidikan nasional dalam menempatkan kesusastraan, maupun, sebagai implikasinya, yang tercermin pada aspek-aspek teoretis dan pragmatis dalam kurikulum pendidikan dan buku-buku teks pelajaran tentang kesusastraan.

Situasi tersebut hingga kini sebagian besar masih cukup terpelihara sehingga tidak perlu terlalu berharap berkembangnya penghormatan yang sama terhadap sastra dibanding yang nonsastra.

Akan tetapi, di pihak lain, terdapat situasi-situasi berbeda yang juga berkembang yang menuntut dan menempatkan karya sastra berperan lebih penting dalam proses-proses sosial, politik, dan kebudayaan.

Khususnya pada akhir dekade 1980-an, secara teoretis upaya-upaya tersebut semakin berpengaruh dan lambat laun mulai mendapat dukungan yang cukup luas. Kajian dalam buku ini, katakanlah begitu, merupakan salah satu upaya analisis dan signifikansi terhadap karya sastra untuk ikut mendukung kecenderungan tersebut.

Seperti diketahui, pada tahun 1980-an hingga 1990-an, di Yogyakarta khususnya, terjadi perebakan, atau mungkin semacam kebangkitan puisi sufi. Pertanyaan yang paling mendasar adalah mengapa dan ada apa dalam puisi sufi, kenapa tidak jenis puisi yang lain yang dipilih para penyair sebagai sarana mengekspresikan gagasannya.

Perebakan dan kebangkitan tersebut tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri, apalagi jika dilihat bahwa pada waktu itu rezim Orde Baru berada dalam masa puncak kekuasannya.

Tentang pengarang lihat Google Play