Wakil Ketua PWNU Jatim: Pesantren Benteng Peradaban yang Kini ‘Dihinakan’ Gelombang Informasi Negatif
MALANG – Gelombang informasi negatif yang menyasar pondok pesantren dalam beberapa waktu terakhir menjadi perhatian serius Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur. Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, H Ahmad Hakim Jayli, menegaskan bahwa ini adalah momentum krusial bagi pesantren untuk mengambil alih kendali media dan ruang digital.
Penegasan ini disampaikan dalam acara ‘Halaqah Pesantren dan Media Malang Raya’ di Pendopo Agung Kabupaten Malang, Jumat (31/10/2025). Acara ini bertajuk ‘Menjagatkan Kebaikan Pesantren dengan Bijak dan Waras Bermedia’.
Gap Mindset dan Pembelokan Realitas Simbolik
Hakim Jayli mencontohkan peristiwa di Pondok Pesantren Al-Khoziny yang sempat memunculkan tagar #BubarkanPesantren di media sosial. Ia menilai, narasi negatif ini terjadi karena adanya “gap mindset” antara nilai pesantren dan masyarakat modern.
“Kita benar-benar diperas pikiran kita. Pesantren seakan-akan menjadi sesuatu yang hina. Padahal sejak awal, pesantren sudah menjadi benteng peradaban Islam di Nusantara,” ujarnya dikutip dari NU Online.
Menurut Hakim, cara pandang pesantren yang cenderung menanggapi peristiwa dengan istilah takdir dan keridhaan terhadap kehendak Allah, sering dimaknai berbeda oleh masyarakat luar sebagai bentuk pembenaran atau lepas tanggung jawab.
“Bagi pesantren, menerima takdir adalah standar moral. Namun, di luar sana, narasi itu bisa digoreng menjadi sesuatu yang berbeda. Ini karena adanya gap mindset antara nilai pesantren dan masyarakat modern,” tegasnya.
Ancaman: Menyerahkan Masa Depan Islam
Hakim menjelaskan bagaimana framing media bekerja, di mana realitas objektif sosial dapat diubah maknanya menjadi realitas simbolik sesuai kepentingan pemilik media (content of the media depends on who owns the media). Kondisi ini diperparah oleh pola komunikasi many to many di media sosial.
Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap komentar warganet di kolom media sosial yang dinilainya “lebih kejam dari beritanya”, menuduh kiai feodal, dan memelintir nilai-nilai pesantren.
Ancaman utamanya jelas: “Kalau pesantren tidak mau menguasai media sosial dan kontennya, maka kita sedang menyerahkan masa depan Islam kepada orang lain,” ungkap Hakim Jayli.
Strategi Cerdas: Jangan Melawan dengan Emosi
Menghadapi kondisi mesin informasi yang sulit dikendalikan ini, Hakim Jayli mengajak seluruh santri dan pengasuh pesantren untuk tidak bersikap reaktif. Strategi yang dibutuhkan adalah komunikasi yang cerdas dan produktif.
“Kita tidak bisa melawan sistem informasi dengan emosi. Pesantren harus masuk ke ruang digital, menebar nilai-nilai kebaikan, dan menunjukkan wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” pungkas Wakil Ketua PWNU Jawa Timur ini.
Halaqah yang diselenggarakan oleh PC Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Kabupaten Malang bersama Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur ini turut menghadirkan sejumlah tokoh penting lain, termasuk Ketua PC ISNU Malang KH Abdullah Syam dan Pemred TIMES Indonesia Yatimul Ainun.***

















