Maduraexpose.com- Moh.Sidiq, salah satu penggiat anti korupsi Sumenep menyindir kepemimpinan Busyro Karim melalu tulisan di blognya yang diberinama Komunitas Anti Korupsi. Dalam tulisannya kali, pihaknya saecara gamblang ‘mempreteli’ tentang kesejahteraan Sumenep yang meminjam istilah pepatah, ibarat api masih jauh dari panggang.
Berikut tulisan Moh.Sidiq dalam blog pribadinya tanpa di edit sedikitpun:
Sumenep Sudah Sejahtera ?
Sudah sejahterakah masyarakat Sumenep ?
Bukan sejahtera lagi, tapi sudah sengsara bagi mereka yang balitanya menderita malnutrisi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumenep, tidak kurang dari 3.354 balita mengalami masalah gizi kurang dan sangat kurang. Sedangkan sebanyak 40 (empat puluh) penderita malnutrisi lainnya yang tersebar pada 27 (dua puluh tujuh) Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sumenep telah mendapat perawatan pada masing-masing Puskesmas di Kabupaten Sumenep.
Lalu, dimanakah kesejahteraan itu bagi mereka ? Tentu, sangatlah realistis apabila kemudian muncul pertanyaan dimana tanggung jawab negara dalam hal ini pemerintahan pak kiai sebagai wujud pertanggungjawabannya kepada masyarakat dalam mengemban amanah mensejahterakan masyarakatnya ? Apalagi kalau menilik visi dan misi pak kiai yang bertujuan hendak membuat Sumenep makin sejahtera. Sedangkan faktanya, sejahtera saja dan dapat hidup layak dengan terpenuhinya kebutuhan pokok atau hak-hak dasar mereka saja masih belum itu pak kiai, lalu siapa yang ingin pak kiai makin sejahterakan ? Sewajibnya, merekalah yang menjadi focus perhatian pak kiai.
Bagaimana Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep dapat mensejahterakan masyarakatnya, sedangkan raskin untuk mereka saja masih menjadi sasaran empuk untuk di korupsi, tanpa adanya upaya-upaya sepenuh hati untuk melakukan proteksi. Fenomena kasus-kasus korupsi raskin di Kabupaten Sumenep dengan segala macam bentuk dan polanya, telah cukup membuktikan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan dan jaminan akan terpenuhinya hak-hak dasar masyarakatnya. Hal ini pula telah menunjukkan kegagalan pemerintahan yang pak kiai pimpin dalam menjalankan dan memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya.
Komitmen pak kiai kembali dipertanyakan disini, tentunya dalam konteks yang berkaitan erat dengan kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah atas pemenuhan hak-hak fundamental masyarakatnya. Lihatlah pak kiai, apakah para keluarga yang balitanya sedang bermasalah dengan gizi itu kehidupannya sudah memenuhi standar hidup layak ? Pemerintahan pak kiai masih merasa mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk itu ? Sebagai seseorang yang sadar dan tahu akan hak-hak mereka dan tanggung jawab negara tentu penulis harus mempertanyakan hal ini pak kiai.
Reformasi dengan kebijakan otonomi daerah bertujuan mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat di daerah pak kiai, dan jangan dipahami sebagai aji mumpung dan kemudian dibelokkan arahnya sehingga pada akhirnya kebijakan otonomi daerah itu hanya dapat semakin mensejahterakan dan memakmurkan segelintir golongan elite politik di daerah, yang sebelumnya tidak pernah merasakan betapa ‘manisnya menjarah’ uang negara. Begitu terlihat bening memang bagi mereka yang masih mempunyai akal sehat, cara-cara merampok uang negara dengan Perda misalnya, sekalipun harus menabrak atau bertentangan dengan Undang-Undang. Dan begitu terlihat bening pula cara-cara pak kiai dalam membuat peraturan-peraturan yang pada akhirnya telah terbukti hanya menjadi bagian dari usaha mempersulit terpenuhinya hak-hak warga masyarakat yang bersifat mendasar, seperti Peraturan Bupati Sumenep Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep itu.
Ketahui dan pahamilah pak kiai masih terdapat sebanyak 78.889 keluarga yang masih hidup dalam taraf prasejahtera, dan masih tercatat sebanyak 225.580 penduduk miskin di daerah yang pak kiai pimpin ini. Untuk dapat mensejahterakan mereka bukanlah pekerjaan mudah pak kiai. Sementara untuk pekerjaan yang tergolong mudah dilakukan saja seperti menciptakan transparansi dalam penyelenggaraan negara di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Sumenep, terbukti pak kiai telah gagal mewujudkannya.
Pak kiai juga telah gagal dalam melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat. Selain itu, sudah dapat disadari dan dipahamikah oleh pak kiai kalau korupsi hanya akan semakin menjauhkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat ? Sudah bisa dipahami dan disadarikah oleh pak kiai kalau dengan transparansi menjadi bagian dari ikhtiar dalam mereduksi korupsi sehingga dapat terwujudkan pemerintahan yang bersih sebagaimana yang menjadi visi pak kiai.
Wujudkan terlebih dahulu untuk berfikir jernih pak kiai, sehingga visi pak kiai dapat terwujudkan dan bisa terlihat bening pula di mata masyarakat.
(***)