Scroll untuk baca artikel
Ladang Sastra

Naskah Lomba Baca Puisi Pelajar Se-Jawa Timur

Avatar photo
407
×

Naskah Lomba Baca Puisi Pelajar Se-Jawa Timur

Sebarkan artikel ini

Private Number Kesalku
Karya : Ferry Arbania

Entah telpon siapa lagi berdering-dering diponsel lelahku
suaranya yang sakau tak biasanya private number
kubiarkan saja dengan sendu iramanya yang memelas
sebab tak ada salahnya aku berbagi kesal dengan mereka

kupikir orang baik bisa berbuat baik dan baik-baik saja
tak usah nomor baru
tak usah sembunyikan identitas panggilan
tak usah, tak perlu, tak wajar tak manusiawi

kuterka-terka panggilan gelapmu
kubiarkan nomor baru tergeletak tanpa respon
sebab kuyakin konfirmasi sms tak perlu verifikasi kata
lantas apa bebanmu memperkenalkan diri

kubiarkan saja privat numbermu menyaring hingga kesela dinding
kutatap saja ngilu suara telingaku dengan silent lidah tak berucap
biarkan
biarkan
biarkan jemarimu
tak perlu diangkat.
“Mohon maaf pengacau, aku tak butuh sensasi mu”.

Perempuan Cantik Dan Semangkok Mie Bakso
Karya : Ferry Arbania

Perempuan Cantik dan semangkok mie bakso
menyapa hati dengan senyum dan senda renyah yang mendayu
aroma getar yang menjalar dinadiku
tak kuasa kuramu hati menjadi biasa

perempuan cantik dan semangkok mie bakso
kuhitung satu dua tiga porsimu
menambah angka matematika ini kian berkuadrat cinta
akh, senyummu benar-benar menggoda

kupegang erat tanganmu yang lembut
sembari kurapatkan kaki ini pada pintamu
kaupun mengalihkan rasa pada darah
kuciumi keningmu dengan tatapku
hingga waktu melempar kita pada nyata
menyulutku dalam rindu
membakarku pada riang cemburu
namun dadaku, ya dadaku
tiba-tiba serasa berdegup ngilu dan kaku
memanggil abjad namun yang melincah dalam sudutku

Tasbihku Berbola
Karya : Ferry Arbania

prediksi bola dan juara
mirip kontes sapi sonok maduraku

bahkan ketika telpon berdering dari Afrika Selatan
kudapati air taruh bergelombang menegang
dari dompet dan rekening bank yang bersorak

Ibu-ibu dibiarkan menanak nasibnya sendiri
wajah-wajah cemas makin jelas mengapung
dari seri ke angka-angka gol rupiah dan dollar

dijendela kaca yang bertuliskan stasiun telivisi bola
mata cermat mengamat
tangan gusar meringkik
sms berhamburan kemana-mana
dari nomer ponsel sampai ke nomer hotel
anak-anak muslim menangis
karena jilbabnya dilepas untuk sebentuk perjudian
imam-imam masjid kian senyap ditinggal pasukan makmum
majlis taklim berkejar wirid
menyilet panjang waktu
agar tak dibentur jadwal siaran langsung

Tangerang- Madura
Karya: Ferry Arbania

Ketika musim kehilangan kata-kata
Dan kata-kata tak lagi menjadi senjata
Aku datang menikahi sajak-sajak mu
dengan cinta,
Meninggalkan kenangan hujan pancaroba
Yang sesekali menetas jadi tanda tanya.
Kau bilang, saatnya kita pergi meninggalkan jarak
Menikahi puing-puing waktu yang tersobek
Sembari mengikat kenangan penyair terdahulu
Dengan cinta dan kitab suci
Sementara kau pergi meninggalkan kenangan sajak
lalu datang menemuiku dengan lagu-lagu syahdu
sambil kau petikkan akustik cinta buatku
yang mabuk dalam irama jiwa
Rindu kita teramat sempurna
Dan bunga-bunga yang bermekaran di halaman luas buku bersama
Telah melahirkan obsesi baru tentang kemanusiaan, cinta dan persaudaraan
Begitu juga kata kita, kotamu kotaku kota kita,
makin Indonesia
kian terasa dalam makna
di anjungan sajak Tangerang- Madura.

Sajak Api
Karya: Ferry Arbania
Ketika dunia bersama lautan api,
dan kebenaran tak lagi diagungkan,
para pencari keadilan berbondong-bondong
mengerumuni nisan sesepuh mereka,
sambil memohonkan ampun atas kerakusan saudara-saudara mereka
yang tengah berkuasa., menggelapkan mata hati dalam nyata.
Bumi diguncangkan air mata,
matahari terkesiap mengeringkan tangis bianglala,
sementara penguasa,
makin deras di gebuki gelombang unjuk rasa.
Malam ini tak ada lagi suara –suara,
hanya rintihan gamelan dan gending Puspo
yang makin gemulai menandai siaran radio
menambah semangat seribu sembilan ratus ’45 nyawa.

Sajak Kumat Melumat
Karya: Ferry Arbania
andaikata perempuan ini menuntutku
soal gajii dan kesetiaan
pasti hari-hariku akan diwarnai dengan cash bon dan kredit angka-angka
sudah tentu juga engkau menyanyangiku dengan besaran belanja yang dianggarakan
jika saja perempuan ini menjadi istriku
kemana lagi kucari tambahan belanja bulananmu
banting tulang dan tulang yang sudah terbanting
kau pasti banyak lupa mengajakku bercumbu
kalau kau benar-benar menjadi perempuanku
seberapa lama kecantikanmu bertahan jadi ratu
atau bisa jadi, kau mulai perselingkuhan waktu
meninggalkan ku dengan kata tanpa permisi
wahai perempuanku yang entah seperti apa
bisakah kau mandikan peluh rasa ini pada telaga
tempat air mata menukar kebahgiaan
tanpa rayu, tanpa malu-malu
andai saja aku dan perempuan hidupku kelak
berjalan seatap dan menikmati hidup yang tinggal sekotak
Kuhadiahi engkau dengan sebujur musim yang panas dingin
Lalu, kudekatkan wajahmu pada bulan yang bertasbih dinadiku

Sore Yang Begini Bening
Karya: Ferry Arbania
sore yang begini bening
sedang apa hatimu kekasih
ingin kujumpai engkau
meski mampuku dengan sajak rindu
sore yang begini bening,
sudah kah kau mandikan setiamu dengan manja
menyisir do’a dengan sebongkah harapan
seperti takdirku menemukanmu dalam terang
sore yang begini bening,
kutemukan cakrawala mengibaskan ekor jingga
yang berarak serumpun diangkasa jiwa
sebersit tanya mengidam dibenakku
kaukah cinta, yang menyilet jantanku jadi ragu?

Taman Cinta
Karya: Ferry Arbania
Taman yang tak pernah kering itu bernama cinta
Selaksa puji dan kesungguhan
yang senantiasa terbersit
dalam pribadi setiap pemeluk rasa
Ada sungai kehidupan yang dialiri suka duka
Ada getah pohon, sandal jepit, pasir-pasir
dan bahkan batu karang yang cadas
Otak kirimu dan otak kananku,
kadang tak pernah ketemu dikedalaman jiwa,
meski untuk sekedar melagukan Qasidah cinta.
Hari ini, Kita Tak perlu lagi bermandi hujat
lantaran rokaat kita sudah sama-sama tegak
ruku’ kita pun, telah sama-sama menekuk dihamparan debu
Dan ribuan tangan yang melambai-lambai mengitari Ka’bah itu,
kini telah dibersihkan dari segala kepura-puraan.
Mari kita pangkas segala kerakusan, melucuti tiap jengkal perbedaan,
demi satu cinta yang Agung, yakni kemerdekaan.