SUMENEP – Dalam menyambut peringatan Hari Santri, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, meluncurkan pernyataan yang memukau sekaligus menohok, menepis anggapan usang bahwa santri dan dunia pesantren adalah komunitas yang tertinggal dan kolot.
Bagi Said, stigma tersebut telah lapuk dimakan zaman, karena pesantren kini telah bertransformasi menjadi pusat peradaban yang berakselerasi di berbagai sektor.
“Santri dan pesantren kerapkali diasosiasikan ndeso, kurang pergaulan, dan berpandangan kolot. Bahkan digambarkan memelihara budaya feodal, seperti tayangan konten di televisi beberapa waktu lalu. Benarkah asosiasi dan penggambaran ini?” tanya Said dengan nada retoris dalam keterangannya, Rabu (22/10/2025).
Pesantren: Dari Pusat Ilmu Agama Menjadi Penggerak Roda Ekonomi
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini mengakui tidak bisa melarang persepsi, namun ia menegaskan bahwa realitas hari ini menampilkan wajah pesantren yang jauh berbeda.
Pesantren tidak lagi hanya fokus mendalami ilmu agama, tetapi juga telah memeluk erat tuntutan zaman dengan membekali santrinya dengan keterampilan hidup dan jiwa kewirausahaan.
Transformasi ini terbukti dari menjamurnya unit-unit usaha mandiri yang dikelola oleh para santri. Said Abdullah memberikan contoh gemilang:
- Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur, sukses membangun jaringan ritel di lebih dari 125 lokasi di Jawa dan Kalimantan. Jaringan ritel ini tak hanya mandiri secara ekonomi, namun juga menjadi jangkar bagi produk UMKM lokal.
- Pesantren Lirboyo di Kediri, yang santrinya berhasil merintis “Lirboyo Bakery”, serta mengelola unit pengolahan sampah plastik dan depo air minum secara swakelola.
“Dua contoh di atas hanya sedikit ulasan dari banyaknya kegiatan wirausaha di pesantren. Bila kita ulas satu per satu, akan sangat banyak sekali gambaran kegiatan usaha yang digawangi oleh para santri di pesantren,” ungkapnya, melukiskan betapa dinamisnya denyut nadi ekonomi di balik dinding pesantren.
Diplomasi Dakwah Digital dan Kepemimpinan Kosmopolit
Jejak santri tidak hanya memukau di bidang ekonomi. Mereka juga menjadi garda terdepan dalam merangkul teknologi dan komunikasi. Dari jurnalisme, penguasaan bahasa asing, hingga pengaktifan media sosial, para santri berperan besar dalam mendigitalisasi dakwah Islam.
Fenomena viralnya ceramah ulama besar seperti Gus Baha, KH Anwar Zahid, dan Gus Muwafiq, adalah bukti nyata peran aktif santri dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin melalui platform daring.
Kiprah santri juga telah merata di panggung politik dan kepemimpinan nasional. Said Abdullah, yang juga merupakan santri tulen dan aktif di PDI Perjuangan sejak 1988, menegaskan bahwa santri telah menyebar ke hampir semua lini profesi: akademisi, LSM, militer, tenaga medis, hingga birokrasi, bahkan mencapai puncak karier sebagai jenderal TNI dan pejabat tinggi negara.
Puncak dari gambaran santri yang kosmopolit adalah sosok Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Said menyebut Gus Dur sebagai contoh nyata pemimpin bangsa yang lahir dari rahim pesantren namun memiliki pikiran yang terbuka, berdialektika dengan filsafat Barat, serta memiliki jaringan luas dari Timur Tengah hingga Eropa.
“Gus Dur menjadi contoh nyata santri bisa menjadi pemimpin nasional, dan pemimpin kultural kelas dunia,” tegas Said.
Dengan segala kiprahnya, Said Abdullah menyimpulkan bahwa santri adalah jatidiri yang terbuka dan sangat kosmopolit dalam berpikir dan bertindak.
“Santri bisa menjadi jangkar perdamaian, menebarkan Islam yang rahmatan lil alamin, menjadi rahmat bagi seluruh alam. Oleh sebab itu, menjaga diri sebagai santri sekaligus tanggungjawab yang besar. Dipundaknya orang mempersepsikan perwajahan tentang Islam,” pungkasnya, menyerukan pentingnya mawas diri bagi setiap santri.

















