maduraexpose.com

 


Jurnal Advokat

Marlaf Sucipto Pertanyakan Kebenaran Materiil: BAP Saling Pukul Kasus ODGJ Sapudi Diduga Fiktif

114
×

Marlaf Sucipto Pertanyakan Kebenaran Materiil: BAP Saling Pukul Kasus ODGJ Sapudi Diduga Fiktif

Sebarkan artikel ini

Sidang Maraton Tujuh Jam di PN Sumenep Justru Membuka Tabir Kejanggalan BAP, Menyeret Penyidik ke dalam Sorotan Etika Pembuktian.

Tampak teganga para istri terdakwa mengikuti jalanya persidangan suaminya di Pengadilan Negeri Sumenep, Kamis 11 Desember 2025. [Foto: Ferry Arbania/MaduraExpose.com]

SUMENEP — Perkara pidana Nomor: 217/Pid.B/2025/PN.Smp yang dikenal publik sebagai “Kasus ODGJ Sapudi” memasuki babak kritis di Pengadilan Negeri Sumenep. Sidang yang berlangsung maraton selama hampir tujuh jam, dari pukul 13.21 WIB hingga 19.57 WIB, mengungkap fakta yang berpotensi mematahkan konstruksi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Alih-alih menguatkan dakwaan pengeroyokan Pasal 170 KUHP, sejumlah saksi yang dihadirkan, baik oleh JPU maupun kuasa hukum terdakwa, justru mematahkan poin-poin utama dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Polres Sumenep, khususnya terkait narasi adanya “saling pukul” antara terdakwa Asip Kusuma dan Sahwito.

 


Dialektika Persidangan: Gugurnya Narasi Saling Pukul

Penasihat Hukum empat terdakwa, Marlaf Sucipto, S.H., menyatakan bahwa kebenaran yang terungkap di persidangan (yaitu kebenaran materiil) jauh berbeda dengan kebenaran formal yang tercantum dalam BAP.

Inti dari dakwaan pengeroyokan (dolus collectivus) yang menjerat Asip Kusuma dkk. adalah anggapan bahwa mereka secara bersama-sama melakukan kekerasan, diawali oleh aksi saling pukul. Namun, dalam proses pemeriksaan saksi yang berlangsung berjam-jam:

  1. Saksi Verbalisan Diragukan: Saksi yang didengar keterangannya di persidangan menyangkal atau tidak mampu memberikan detail yang meyakinkan mengenai adanya aksi saling pukul tersebut.

  2. Keterangan Dicabut: Dua saksi kunci yang keterangannya dalam BAP menyebut adanya “saling pukul,” secara eksplisit mencabut atau membantah keterangan tersebut di hadapan Majelis Hakim.

“Fakta di persidangan jelas menolak adanya ‘saling pukul’. Ini menimbulkan dugaan kuat bahwa BAP yang memuat keterangan tersebut adalah BAP Fiktif atau hasil dari pertanyaan sesat,” ujar Marlaf Sucipto. .

Implikasi Hukum Pidana: Cacatnya Testimonium

Dalam Filsafat Pembuktian Hukum Pidana, keterangan saksi (testimonium) haruslah didasarkan pada apa yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri (de auditu). Marlaf Sucipto berpendapat, jika penyidik menggunakan pertanyaan yang sudah memuat kesimpulan (leading question), hal itu melanggar prinsip due process of law dalam pengambilan keterangan saksi (Pasal 1 No. 26 KUHAP). .

“Kami melihat adanya praktik konstruksi yuridis yang dipaksakan oleh penyidik. Keterangan saksi dalam BAP tampaknya adalah kesimpulan penyidik yang dicantumkan dalam pertanyaan, bukan fakta murni dari saksi. Ini merusak kebenaran materiil yang seharusnya dicari di peradilan,” tegasnya.

Jika narasi “saling pukul” sebagai motor pengeroyokan gugur, maka tindakan Asip Kusuma dkk. akan kembali pada konteks Pembelaan Darurat (Noodweer), yang merupakan alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond) yang menghapuskan sifat melawan hukum perbuatan mereka.

SP3 Berdasarkan Alasan Kejiwaan dan Paradoks Toerekeningsvatbaarheid

Kejanggalan BAP ini semakin diperparah dengan status Sahwito (pihak yang melaporkan dan diduga sebagai pelaku awal kekerasan) yang laporannya dihentikan (SP3) oleh Polres Sumenep dengan dalih ketidakmampuan bertanggung jawab atau gangguan jiwa.

Marlaf Sucipto kembali menegaskan bahwa tindakan ini adalah intervensi yudikatif dalam ranah eksekutif. Penentuan hilangnya kemampuan bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid) Sahwito berdasarkan Pasal 44 KUHP adalah domain mutlak pengadilan.

“Penyidik telah mengambil kesimpulan tentang kesalahan (schuld) Sahwito tanpa melalui proses pengadilan. Ini adalah paradoks hukum yang membuat korban kekerasan Sahwito (yaitu Asip dkk.) justru menjadi terdakwa, sementara Sahwito dibiarkan berkeliaran,” tutup Marlaf, menekankan bahwa durasi sidang yang panjang tersebut justru semakin memperkuat permohonan mereka untuk membuka kembali penyelidikan terhadap Sahwito demi mencari keadilan substansial. [dbs/tim]

Editor: Ferry Arbania

--------EXPOSIANA----
GAYA SAMBUTAN ACHMAD FAUZI WONGSOJUDO

 


 


---Exposiana----

---***---