MADURAEXPOSE.COM–Oleh:Indra PrihantakaTanggal 28 Maret 2017 ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Hatta Ali dan keponakannya yakni La Nyalla Mattalitti yang merupakan ketua Kadin (Kamar Dagang & Industri) Jawa Timur (Jatim), serta beberapa orang yang merupakan tim pembela/ pengacara berangkat melaksanakan ibadah umroh.
Diperkirakan tanggal 8 April 2017 mereka yang melaksanakan ibadah umroh ini tiba kembali di Indonesia.
Sefdyn dari KSKM – Kelompok Studi Komunikasi Masyarakat menyatakan agar masyarakat jangan langsung berpikiran negatif, apalagi mengkaitkan hal tersebut dengan proses upaya hukum kasasi yang diajukan oleh kejaksaan kepada MA dalam kasus dugaan korupsi Kadin Jatim yang dituduhkan pada La Nyalla Mattalitti.
Sebagaimana diketahui, La Nyalla Mattalitti menjadi terdakwa pada kasus dugaan korupsi Kadin Jatim. Dalam persidangan di pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi), pengadilan memvonis La Nyalla bebas, meskipun 2 hakim yang mengadili perkara tersebut memberikan disenting opinion, dimana 2 hakim itu menyatakan bahwa La Nyalla sebenarnya terbukti melakukan apa yang didakwakan jaksa dalam kasus dugaan korupsi Kadin Jatim. Atas putusan pengadilan tipikor tersebut, kejaksaan mengajukan kasasi kepada MA.
Menurut Sefdyn Syamsudin, keberangkatan melaksanakan umroh adalah murni ibadah. Jikapun dianggap yang lain, maka sebenarnya itu adalah suatu teknik komunikasi yang santun.
“Sebelumnya kan dengan jelas ketua MA, pernah menyatakan bahwa La Nyalla merupakan kerabatnya, bahkan Prof Hatta Ali menyampaikan bahwa La Nyalla adalah merupakan keponakan secara langsung dari beliau” kata Sefdyn.
“Jadi soal umroh ketua MA dan La Nyalla serta tim pembela/pengacara yang murni merupakan ibadah itu jangan dianggap yang aneh2. Tapi kalaupun ada pandangan lain, itu bisa diartikan sebagai teknik komunikasi yang halus dan santun agar tidak menimbulkan kegaduhan. Dengan harapan agar kejaksaan mau menghormati ketua MA yang merupakan pimpinan tertinggi kekuasaan kehakiman”, tambahnya.
Menurut Sefdyn, dengan itu diharapkan bahwa kejaksaan janganlah mencari2 kesalahan La Nyalla Mattalitti yang merupakan keluarga dekat Prof hatta Ali, sebab jika demikian bisa muncul anggapan masyarakat bahwa lembaga kejaksaan tidak menghormati lembaga MA dan membuat kegaduhan.
“Dalam kasus korupsi Kadin Jatim, kan sudah ada orang atau pelaku, yakni Nelson Sembiring dan Diar Kusuma Putra yang mau bertanggungjawab dan mereka dinyatakan bersalah oleh pengadilan tipikor. Buat apa kejaksaan mengada2 dengan mencari pelaku lain serta mengusut dan sempat menjadikan La Nyalla sebagai tersangka/terdakwa dalam kasus itu?, tutur Sefdyn
“Sebaiknya kejaksaan bisa meniru KPK (Komisi pemberantasan Korupsi) yang menangani kasus dugaan korupsi rumah sakit pendidikan Universitas Airlangga, ketika sudah ada orang/pelaku yang dijadikan tersangka, meskipun sempat memeriksa terkait kemungkinan ada nya keterlibatan La Nyalla dalam kasus itu, tapi karena sudah ada pelaku yang dinyatakan sebagai tersangka, KPK tidak mengada2 dengan mencari2 lagi pelaku lain. Bisa jadi KPK itu bijaksana, untuk apa sih mencari pelaku lain dalam kasus korupsi rumah sakit Universitas Airlangga, yang bisa menimbulkan potensi mengganggu kewibawaan lembaga MA?, sambungnya.
Sefdyn berharap bahwa teknik komunikasi yang santun dan halus serta sinyal dari momentum ibadah umroh yang dilaksanakan La Nyalla ini bisa dipahami oleh kejaksaan. Jangan sampai kejaksaan terus membuat heboh dan kegaduhan. (*)