SUMENEP – Kasus ‘kanibal mobil’ yang berhasil dibongkar Polres Sumenep pada tahun 2011 di bawah komando AKBP Susanto, S.I.K., S.H., M.H., tak hanya menjadi catatan emas keberanian Polri, tetapi juga cerminan awal dari karier seorang perwira yang kelak akan menjadi sorotan nasional.
Keberaniannya membongkar sindikat kejahatan yang telah beroperasi puluhan tahun di Sumenep menjadi kontras dengan kisah pilu yang ia alami satu dekade kemudian.
Keberanian di Tahun 2011: Menghantam Sindikat ‘Kanibal Mobil’
Pada Mei hingga Juni 2011, AKBP Susanto memimpin operasi penangkapan Misbahul Munir, pemilik bengkel di Ganding, dan dua rekannya yang menjadi otak sindikat ‘kanibal mobil’. Modus kejahatan mereka terbilang licik: mengganti nomor rangka dan mesin mobil curian dengan dokumen kendaraan yang sah, menipu puluhan pembeli beritikad baik.
Di bawah pimpinan AKBP Susanto, Polres Sumenep mengerahkan sembilan tim khusus untuk menyelidiki jaringan yang diduga telah menyebar hingga ke Kepulauan Sumenep.
“Kami mengedepankan asas manfaat terkait status mobil maupun truk yang disita itu,” jelasnya, yang kemudian menyerahkan delapan unit mobil hasil penyelidikan kepada pemiliknya secara bertahap, setelah diverifikasi oleh Labfor Polri.
Pengungkapan kasus ini, yang menyita total lebih dari 50 unit kendaraan, mengukuhkan reputasi Susanto sebagai perwira yang tegas dan berintegritas dalam menjaga keamanan dan hak-hak masyarakat Sumenep.
Ironi di Tahun 2022: Hancurnya Karier 30 Tahun di Tangan Jenderal
Satu dekade setelah kasus heroik di Sumenep, nama Susanto Haris—yang telah menyandang pangkat Kombes Pol dan menjabat Kepala Bagian Penegakan Hukum (Kabag Gakkum) Provos Divisi Propam Polri—kembali mencuat. Namun, kali ini bukan karena prestasi, melainkan karena tragedi.
Pada Desember 2022, dalam sidang kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat dengan terdakwa Ferdy Sambo, Kombes Susanto Haris memberikan kesaksian yang emosional dan mengiris hati. Ia harus menahan tangis saat bercerita bagaimana kariernya selama 30 tahun di kepolisian hancur karena skenario bohong mantan atasannya, Ferdy Sambo.
“Jenderal kok bohong, jenderal kok tega menghancurkan karier. 30 tahun saya mengabdi, hancur di titik nadir terendah pengabdian saya,” ucap Kombes Susanto Haris di hadapan majelis hakim.
Akibat keterlibatannya, Kombes Susanto dijatuhi sanksi disiplin berupa penempatan khusus (patsus) selama 29 hari dan demosi tiga tahun dalam sidang kode etik. Pengalamannya, dari seorang polisi yang biasa memeriksa polisi ‘nakal’ hingga harus diperiksa dan dihukum, menjadi simbol pahit bagi para perwira yang terseret dalam kasus Sambo.
Kisah AKBP Susanto, yang benderang saat membongkar kejahatan di Sumenep, kemudian redup akibat kebohongan di puncak karier, menjadi cerminan bahwa integritas dan kejujuran adalah mata uang termahal dalam institusi penegak hukum.

















