MADURA EXPOSE– Program 99 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Sumenep masih menyisakan banyak kekecewaan sekelompok orang,termasuk kalangan mahasiswa Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Setelah melakukan aksi beberapa waktu lalu, aktivis Mahasurya sempat mengeluarkan ancaman untuk kembali dengan massa yang lebih banyak lagi. Namun karena terbentur dengan puasa Ramadhan, pihaknya mengurungkan rencana unjuk rasa dan menggantinya dengan kegiatan hearing dengan pihak Pemkab setempat.
“Semula kita jadwalkan untuk aksi unjuk rasa lanjutan. Tapi karena sudah masuk bulan suci Ramadhan, terpaksa kami hearing setelah mendapat lampu hijau dari bagian Humas Pemkab Sumenep,”ujar Bisri Gie, Ketua aktivis Mahasurya.
Bisrie bersama rekan-rekannya menyampaikan protes terhadap program 99 hari kerja Bupatid dan Wabup Sumenep yang menuding tak ada realisasi secara maksimal dari 9 program unggulan yang sudah digembar gemborkan sebelumnya.
“Salah satu program yang harus kami soroti terkait perizinan terpadu (BPPT), terutama yang berkaitan dengan ijin rumah makan yang beralih fungsi, penataan PKL Taman Bunga, serap aspirasi untuj RPJMD tak maksimal, RTH, absensi online, pembentukan BUM-DES,”tandasnya.
Para aktivisi Mahasurya ini kemudian ditemui langsung Bupati Busyro Karim dan Wabup Achmad Fauzi yang didampingi sejumlah pimpinan SKPD.
Dalam pertemuan itu, Busyro bilang, program 99 hari itu tidak akan pernah di Usai pertemuan, Bupati Semua aktivis mahasiswa ditemui langsung oleh Bupati Sumenep, A. Busyro Kaim, dan Wakil Bupati, Achmad Fauzi, di salah satu ruang rapat kantor Pemka setempat. Di sana juga terlihat beberapa pimpinan SKPD mendampingi bupati.
Usai pertemuan, Busyro memaparkan program 99 hari bersifat berkelanjutan. Sedang program 99 hari tersebut diakuinya memang tidak sesempurna. “Porgram 99 hari kerja tidak sempurna. Mak dari itu, pemerintah (fer)