Scroll untuk baca artikel
Hot Expose

Buntut Kasus Haji, Dua Anggota DPR RI disebut dipersidangan

Avatar photo
204
×

Buntut Kasus Haji, Dua Anggota DPR RI disebut dipersidangan

Sebarkan artikel ini
Penegakan hukum KPK/Istimewa

Sidang Suryadharma Ali: Salim Badegel Mengaku Kenalkan SDA dengan Bos Penyewaan Perumahan Haji

Jakarta – Saleh Salim Badegel, karyawan Al Muktar Group, perusahaan yang biasa menyewakan perumahan jemaah haji mengaku pernah mengenalkan bosnya bernama Sami Marzooq Al Matrafi ke Menag saat itu Suryadharma Ali. Tapi Salim membantah ada pembicaraan soal penawaran perumahan untuk jemaah haji Indonesia dalam pertemuan tersebut.

“Saya pernah ketemu di Madinah, musim haji. Kebetulan Pak Hasrul (Hasrul Azwar) ada di Madinah, saya datangi Pak Hasrul. Akhirnya Beliau mau ke tempat Pak SDA di InterConinental Madinah, kami berangkat ke sana,” kata Salim bersaksi dalam sidang lanjutan Suryadharma Ali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (4/11/2015) malam.

Sesampainya di hotel, Salim menyebut sudah ada sejumlah orang di antaranya Suryadharma dan Hasyim Muzadi.

“Apa kabar ini bos saya saya kenalin. Memperkenalkan bos saya,” kata Salim.

Suryadharma menurutnya, saat itu hanya berbicara soal pentingnya pelayanan terhadap jemaah haji asal Indonesia terkait dengan perumahan selama ibadah haji.

“Yang saya ingat Pak surya pernah bilang tolong diperhatikan haji-haji Indonesia, diservis dengan baik. Insya Allah tidak perlu bapak amanatkan tugas kami sebagai tamu Allah,” sambungnya.

Dalam persidangan, Salim mengaku juga pernah bertemu Hasrul Azwar yang saat itu anggota Komisi VIII DPR periode 2009-2014. Pada pertemuan terjadi sekitar bulan Maret atau April 2012, Salim mengingat sejumlah nama anggota Komisi VIII di antaranya Zulkarnaen Djabar dan Said Abdullah.

“Waktu itu Hasrul telepon dari hotel ‘bang sudah sampai di Jeddah kemarilah ada oleh-oleh’, saya bilang OK. Habis itu saya datang. Saya ketemu Pak Hasrul di situ ada beberapa orang Komisi VIII ada Syairozi (Mohammad Syairozi Dimyathi) dengan Pak Ahmad Jauhari,” sambungnya

Kepada Syairozi yang juga anggota tim penyewaan perumahan Kemenang, Hasrul menurut Salim bicara soal penyewaan perumahan.

“Mereka katakan Pak Saleh Badegel tolong dibantu kalau ada sesuatu hal menyangkut perumahan,” sebutnya.

Dalam surat dakwaan, dipaparkan
soal keterlibatan Hasrul dan sejumlah anggota Komisi VIIi DPR dalam mengatur pemondokan jemaah haji di Arab Saudi tahun 2012.

Suryadharma, menurut Jaksa KPK, mulanya membuat kesepakatan dengan beberapa anggota Komisi VIII DPR periode 2009-2014 untuk berpartisipasi dalam penyediaan perumahan jemaah haji reguler tahun 2012 yang seluruhnya berjumlah 194.216 jemaah.

Untuk melaksanakan kesepakatan tersebut, anggota kelompok fraksi (Poksi) di Komisi VIII DPR menunjuk Hasrul Azwar sebagai koordinator Poksi. Sedangkan Poksi Partai Demokrat dikoordinir oleh Nurul Iman Mustofa.

Pada bulan Maret dan April 2012 di Hotel Alhamra Jeddah, Hasrul Azwar menyampaikan kepada Tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia yakni Mohammad Syairozi Dimyathi dan Jauhari soal adanya komitmen Komisi VIII dengan Suryadharma untuk mempercepat proses pengesahan BPIH, dan telah mendapatkan izin dari Suryadharma untuk berpartisipasi dalam pengadaan perumahan jemaah haji di Arab Saudi.

Pada akhirnya, Tim Penyewaan Perumahaan menunjuk 12 majmuah yakni Al-andalus, Mukhtarah Services, Mubarak Groups Hotel, Al Shatta, Al Zuhdi Hotels Group, Manzili, Wesel Hotels Company, Ilyas Company, Muasasah Makarim Al-Madinah At Tijarah, Al Isyroq, Saeed Makkey Hotel Groyp, Mawaddah International Group. Sedangkan 5 hotel transito Jeddah yang menandatangani kontrak adalah Al-mahmal Palestine, Norcom Oasis, Al Mukhtarah Quraisy, Madinah Palace, At Thairah Towers.

Menurut Jaksa, dalam penandatanganan kontrak tersebut Mohammad Syairozi Dimyathi tidak melakukan negoisasi harga terlebih dahulu dan menggunakan harga plafon sebagaimana yang diperintahkan terdakwa yakni SR 650 per jemaah untuk perumahan di Madinah dan SR 100 per jemaah untuk hotel transito di Jeddah. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kemahalan harga karena adanya selisih antara harga kontrak dengan harga wajar.

(fdn/rvk/dtk)