SUMENEP – Program bantuan hibah untuk kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) di Kabupaten Sumenep mengalami penurunan signifikan. Jika pada tahun 2024 ada lima pokdakan yang menerima bantuan, pada tahun ini Dinas Perikanan (Diskan) Sumenep hanya menyalurkannya kepada tiga kelompok saja. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apakah program ini efektif dalam menumbuhkan kemandirian atau hanya sekadar “bantuan awal” yang tak berkelanjutan?
Kepala Bidang Perikanan Budi Daya Diskan Sumenep, Edie Ferrydianto, menjelaskan bahwa bantuan yang diberikan berupa bibit ikan lele. Pilihan ini didasari tingginya permintaan konsumsi lele di Sumenep yang belum sepenuhnya terpenuhi. Edie menyebut bantuan ini bersifat “stimulan”, bertujuan untuk membangkitkan semangat para pembudidaya agar terus berproduksi.
“Tahun lalu ada lima pokdakan, sekarang hanya tiga. Bantuan ini sifatnya stimulan, untuk menumbuhkan semangat para pembudidaya,” kata Edie, Rabu (17/09/2025).
Meski demikian, pihak Diskan belum bisa memastikan apakah jumlah penerima akan bertambah dalam pembahasan APBD Perubahan 2025. Pihaknya berencana memprioritaskan bantuan kepada pokdakan yang sudah memiliki pengalaman. Alasan di baliknya cukup logis, yakni agar bantuan tidak sia-sia. Menurutnya, kelompok yang belum berpengalaman cenderung tidak melanjutkan budidaya setelah panen pertama.
DPRD Minta Pendampingan, Bukan Sekadar Hibah
Di sisi lain, anggota Komisi II DPRD Sumenep, Juhari, memberikan kritik konstruktif terhadap program ini. Menurutnya, pemerintah tidak boleh berhenti hanya pada pemberian bantuan hibah. Ia mendesak agar ada pendampingan intensif dan evaluasi berkala dari Diskan.
“Harus ada pendampingan, jangan sampai hibah hanya menghabiskan anggaran tanpa hasil maksimal,” saran Juhari.
Saran ini relevan dengan kekhawatiran publik bahwa program hibah bisa menjadi sekadar “proyek seremonial” tanpa dampak jangka panjang. Penurunan jumlah penerima, ditambah fokus pada kelompok yang sudah berpengalaman, bisa menimbulkan kesan bahwa pemerintah kurang berani mengambil risiko untuk membina pokdakan baru.
Pertanyaan kritisnya adalah, apakah dengan hanya memberikan “stimulan” tanpa pendampingan yang memadai, program ini benar-benar bisa menciptakan kemandirian ekonomi bagi para pembudidaya? Diskan Sumenep perlu memastikan bahwa program hibah ini bukan hanya sekadar menghabiskan anggaran, tetapi juga benar-benar mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
[dbs/ali/gim]

















