SUMENEP,MADURAEXPOSE.COM – Insiden kekerasan yang bermotif agama kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Terakhir kejadian yang sempat membelalakkan mata adalah insiden pembakaran Masjid di Tolikora, Papua, Jumat pagi (17/7/2015) lalu.
Peristiwa tersebut memantik sekelompok mahasiswa di Kabupten Sumenep, Jawa Timur, untuk berdiskusi soal bagaimana hal-hal semacam itu tidak terjadi lagi di kemudian hari pada Jum’at (28/8/2015) sore.
Mohammad Ikmal sebagai pemateri pada kesempatan itu memaparkan, persoalan kekerasan berbau agama memang harus diseriusi oleh semua kalangan. Jika tidak, maka hal itu akan terus terjadi dan mengusik kenyamanan hidup warga Negara yang memiliki beragam keyakinan keagamaan. “Semua kalangan harus satu paham mengenai upaya mengikis hal-hal semacam itu,” ujarnya.
Menurut Ikmal, sebenarnya Indonesia memiliki satu ideologi yang sebenarnya bisa dijadikan sebagai pegangan hidup oleh warga, yaitu Pancasila. Apabila berpegang teguh pada ideologi satu ini, niscaya kerukunan umat beragama tidak akan pernah ternoda. Dan untuk menanamkan nilai-nilai ideology itu menjadi kewajiban tersendiri bagi tiap pemuka agama. “Saya pikir tidak sulit untuk bagi mereka yang punya perhatian penuh terhadap terciptanya kerukunan agama ini. Kecuali bagi mereka yang menginginkan berbeda, justru akan menjadi sesuatu yang sangat berat,” ungkapnya.
Dikatakan, sejarah telah mencatat bahwa perjalanan panjang perumusan Pancasila sebagai ideologi bangsa mengalami pergulatan pemikiran yang cukup alot. Tapi keputusan menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa merupakan keputusan yang dinilai sangat tepat dengan kondisi Indonesia, karena beragamnya keyakinan keagamaan yang memang tidak pernah bias disatukan.
“Sila pertama yang berbunyi ketuhanan yang maha esa menandaskan bahwa keyakinan beragama menjadi hak tiap warga. Artinya, membiarkan penganut agama lain menjalankan ibadah sesuai agamanya merupakan keharusan yang tidak boleh diganggu penganut agama lain. Jika itu disadari, maka kerukunan umat beragama akan tetap terpelihara,” jelas Ikmal.
Selain itu, kata Ikmal, pemaksaan terhadap penganut agama lain untuk mengubah keyakinannya dinilai telah menodai ruh pancasila. Oleh sebab itu, siapa pun yang berusaha mengubah pancasila sebagai dasar Negara pantas dianggap sebagai musuh Negara, karena hanya pancasila yang diyakini tepat menjadi landasan hidup warga Negara Indonesia.
Saat ini, Ikmal menilai, Pancasila hanya dipahami secara tekstual.
Padahal lebih dari itu, semua warga harus memahami bahwa Pancasila merupakan ruh perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. “Tindakan-tindakan itu kekerasan itu menjadi bukti bahwa nilai pemahaman pancasila mulai luntur,” tandasnya.
Diskusi yang diikuti sekitar 25 mahasiswa itu diadakan oleh Lembaga Studi Pemuda Pancasila Sumenep (LSPPS) di kawasan kampus STKIP PGRI Sumenep. Salah satu peserta, Hendri Hidayanto, memaparkan sudah saatnya mahasiswa menjadi bagian penting dalam mengupayakan tumbuh-kembangnya ber-pancasila. Sebab, posisi mahasiswa sebagai agen perubahan memang harus tampil di muka untuk mengembalikan pemahaman pancasila yang mulai tergerus itu.
(RHM/***)