>MADURA EXPOSE— Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab alias Habib Rizieq menyatakan bahwa terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir tidak pernah mengajarkan terorisme.
“Dalam mengadakan kegiatan, kami sering bekerja sama dengan Syeh Abu Bakar Baasyir dan organisasinya. Selama kami bekerja sama, baik saya, kawan-kawan pengurus, maupun para aktivis laskar FPI dari pusat sampai ke daerah yang berinteraksi dengan Syeh Abu Bakar Baasyir, tidak pernah sekalipun beliau mengajarkan kami untuk melanggar hukum agama maupun hukum negara, apalagi mengajarkan terorisme,” kata Rizieq di Cilacap, Selasa (26/1) siang.
Habib Rizieq mengatakan hal itu saat memberi kesaksian dalam sidang lanjutan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Abu Bakar Baasyir di Ruang Wijayakusuma, Pengadilan Negeri Cilacap, dengan majelis hakim yang diketuai Nyoto Hindaryanto serta beranggotakan Zulkarnaen dan Akhmad Budiman.
Ia mengaku pernah terlibat pembicaraan dengan Baasyir di salah satu rumah makan saat pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu ditahan.
Dalam pembicaraan tersebut, dia mengatakan bahwa FPI membuka posko-posko pendaftaran mujahidin ke Palestina.
“Kita akan melakukan latihan fisik. Kemudian beliau (Baasyir, red.) tanya, Habib Rizieq latihan fisik itu apa,” kata Habib Riziek.
Terkait pertanyaan itu, Riziek menjelaskan kepada Baasyir bahwa latihan fisik berupa olahraga, bela diri, dan sebagainya. Lalu, Baasyir secara spontan bertanya apakah dalam latihan fisik itu menggunakan senjata.
Riziek menjelaskan: “Saya katakan kepada ustadz Abu Bakar Baasyir, tidak ada (penggunaan senjata). Beliau langsung mengatakan alhamdulillah.”
Menurutnya, Ustadz Baasyir mengaku khawatir jika petinggi FPI itu sampai salah jalan dengan melakukan latihan menggunakan senjata karena nantinya akan dijerat dengan undang-undang yang sangat berat.
“Saya katakan kepada ustaz Abu Bakar Baasyir, saya jamin, anak-anak kami latihan secara resmi, bahkan diketahui oleh Kodam, Kodim, dan Koramil setempat serta Polda, Polres, dan Polsek setempat tanpa menggunakan senjata,” katanya.
Ia mengatakan bahwa latihan fisik yang digelar FPI ditujukan untuk kepentingan bela agama dan bela negara.
Lebih lanjut, Habib Rizieq mengatakan bahwa setelah mendengar jika Baasyir dituduh terlibat dalam latihan militer di Aceh, dia menilai tuduhan tersebut sangat tidak masuk akal.
Menurut dia, latihan militer tersebut sebenarnya dirancang oleh Sofyan Tsauri sesuai fakta-fakta persidangan terhadap terpidana kasus terorisme yang juga seorang desertir dari Brimob. Ia mengatakan, Sofyan Tsauri diketahui membujuk sejumlah peserta latihan fisik untuk mengikuti latihan menggunakan senjata tanpa sepengetahuan pimpinan organisasi masing-masing peserta.
Akan tetapi menjelang pelaksanaan pelatihan tersebut di Aceh, lanjut dia, lokasi pelatihan dikepung aparat keamanan dan Sofyan Tsauri melarikan diri.
“Sofyan Tsauri sudah ditangkap, sudah divonis, bahkan sekarang sudah pembebasan bersyarat. Jadi aneh, ada orang sebagai aktor utama yang mengakibatkan adanya korban jiwa, aktor utama yang menyediakan segala macam persenjataan dan amunisi, aktor utama yang menjebak generasi muda kita, kok hari ini sudah bisa gentayangan di tengah masyarakat,” katanya.
Usai mendengarkan kesaksian Habib Rizieq, majelis hakim memberi kesempatan kepada penasihat hukum Baasyir untuk menghadirkan satu orang saksi lainnya, yakni Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia dr. Joserizal Jurnalis.
Dalam kesaksiannya, Joserizal mengakui adanya sumbangan dana kemanusiaan untuk Palestina sebesar Rp150 juta melalui MER-C pada tanggal 15 April 2009 dan sebesar Rp150 juta pada tanggal 19 Maret 2011 melalui Tim MER-C untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Palestina.
Dia mengaku mengenal Baasyir sejak tahun 2000 karena pemimpin MMI itu dikenal sebagai orang yang selalu membela umat Islam di seluruh dunia.
“Beliau (Baasyir, red.) selalu mendorong kita untuk bersemangat dan komit membantu, bukan hanya orang Islam tetapi juga agama lain,” kata Joserizal.
Menurutnya, Baasyir bukanlah orang yang memiliki banyak uang tetapi dititipi oleh simpatisannya untuk menyalurkan dana kemanusiaan.
Joserizal mengatakan bahwa tidak ada program latihan militer di MER-C pada tahun 2009 serta semua elemen masyarakat terlibat dan berpartisipasi dalam misi kemanusiaan.
“Saya tidak pernah mendengar ustaz Abu Bakar Baasyir menyerukan untuk mengangkat senjata,” katanya.
Setelah mendengarkan kesaksian dari Joserizal, tim penasihat hukum memohon kepada majelis hakim memberi kesempatan untuk menyampaikan bukti tambahan berupa salinan pendapat terkait permintaan Mabes Polri untuk memasukkan masalah latihan militer ilegal ke dalam revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Ustaz ini terkait pelatihan (militer) ilegal dan dituduh berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Terorisme, sedangkan dari pihak kepolisian sendiri baru minta itu (pelatihan militer ilegal, red.) dimasukkan di revisi. Artinya ada kekuatan bagi kami untuk membuktikan pada saat ustaz Baasyir disidangkan, sebetulnya pihak polisi atau penyidik itu tidak yakin bahwa ustaz Abu Bakar Baasyir masuk latihan militer ilegal tersebut,” kata Ketua Tim Penasihat Hukum Baasyir, Mahendradatta.
Dia mengatakan bahwa pihaknya akan mencari salinan pendapat tersebut untuk dilampirkan dalam kesimpulan yang akan diambil pada sidang selanjutnya.
Terkait hal itu, Ketua Majelis Hakim Nyoto Hindaryanto memutuskan untuk melanjutkan sidang pada hari Selasa, 9 Februari 2016, dengan agenda kesimpulan dan penandatanganan berita acara pemeriksaan.
Majelis hakim meminta agar pemohon PK (Abu Bakar Baasyir, red.) tetap dihadirkan dalam persidangan dan penasihat hukum menyiapkan salinan pendapat yang akan dijadikan sebagai bukti tambahan itu untuk dilampirkan dalam kesimpulan.
[Antara/sayangicom]