MADURA EXPOSE–Angka kemiskinan di Kabupaten Sumenep tergolong masih tinggi. Dari 38 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur, Kabupaten Sumenep berada di urutan 35 atau sekitar 20,49 persen.
Padahal Kabupaten Sumenep, memiliki potensi dan kekayaan wisata dan migas. Namun masyarakatnya seolah tidak menikmati hasil migas yang dihasilkan dari Kabupaten berlambang kuda terbang ini.
Salah seorang anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Jauhari mengatakan bahwa sangat perihatin melihat keadaan masyarakat Sumenep. Padahal menurutnya Sumenep kaya migas.
“Sangat lucu sekali bila angka kemiskinan Kabupaten Sumenep berada diurutan ke ke 35 dari 38 kota/kabupaten di Propinsi Jawa Timur. Padahal alam kita kaya dengan Migas dan Sumber Daya Alam (SDA). Tapi kenapa kok posisi angka kemiskinannya masih terpuruk,” jelas Juhari, anggota Komisi II DPRD Sumenep,Madura,Jawa Timur.
Bahkan menurutnya, bisa dikatakan masyarakat Sumenep nangis dengan melimpahnya migas, namun masyarakat tak bisa menikmati hasilnya.
“Cocoknya ya begitu, ‘masyarakat Sumenep menangis di tengah hampar ladang migas’. Karena kekayaan alam yang sudah dikeruk, tidak berdampak apa – apa terhadap peningkatan ekonomi masyarakat,” imbuhnya.
Hal senada juga diaungkapkan oleh Ketua DPD Partai Nasdem Sumenep, Abd. Aziz Salim Syabibi. Menurutnya kondisi masyarakat Sumenep saat ini, ‘anak ayam mati dilumbung padi’.
Ia menambahkan, di Kabupaten Sumenep ada beberapa perusahaan Migas yang sudah beroperasi, seperti Santos, HCML dan KEI. Bahkan dari tiga perusahaan migas tersebut dua diantaranya sudah melakukan eksploitasi, yakni KEI dan Santos. Namun kepada masyarakat belum tampak.
“Sudah dari tahun 1993 KEI beroperasi di Sumenep, namun hingga saat ini, belum jelas berapa DBH migasnya dan Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang diberikan ke Sumenep. Padahal, jika pemberian DBH dan CSR-nya jelas, maka , mustahil angka kemiskinan di Sumenep tetap tinggi,” paparnya.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap pemerintah daerah lebih cerdas dan transparan dalam pengelolaan DBH migas dan CSR.
“Harapan saya, pengelolaan migas di Sumenep lebih transparan dan tidak ada yang di tutup-tutupi. Karena jika hal itu terus terjadi, maka sampai kapanpun masyarakat Sumenep tidak akan pernah sejahtera,” pungkasnya.
(sjp/net)