SUMENEP – Sebuah ledakan budaya terjadi di depan Keraton Sumenep, Sabtu (20/09) malam, ketika Madura Ethnic Carnival (MEC) 2025 mengguncang kota.
Ribuan penonton, dari anak-anak hingga orang tua, tumpah ruah memadati Labang Mesem, menyaksikan parade spektakuler yang menyoroti keindahan topeng Sumenep. Ini bukan hanya sekadar acara, ini adalah sebuah pernyataan bahwa budaya lokal masih hidup dan bersemangat.
Lebih dari Sekadar Parade Kostum: Panggung Identitas Budaya
MEC 2025, yang merupakan salah satu festival budaya terbesar di Madura, berhasil menarik perhatian tak hanya dari warga lokal, tapi juga dari peserta dan penonton di luar daerah. Tercatat 103 peserta dari berbagai kota, mulai dari Pamekasan, Sampang, hingga Jember dan Banyuwangi, turut serta menampilkan kreasi seni yang mencerminkan identitas dan kearifan lokal.
Setiap kostum, setiap gerakan tari, adalah sebuah narasi. Mereka bukan hanya pameran estetika, melainkan juga simbol dari semangat untuk menjaga dan melestarikan tradisi. Keberhasilan acara ini menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap budaya tidak pernah pudar, bahkan di tengah gempuran modernisasi.
Seruan untuk Masa Depan: Harapan dan Perjuangan
Ketua Komunitas Jurnalis Sumenep (KJS), M. Hariri, menegaskan bahwa MEC adalah sebuah gerakan. “Kami berharap melalui acara ini, generasi muda Madura semakin mengenal dan mencintai warisan budaya leluhur mereka,” katanya.
Lebih dari itu, acara ini diharapkan menjadi pintu gerbang bagi pariwisata Sumenep. Dengan memperkenalkan kekayaan budaya Madura kepada dunia, MEC 2025 berpotensi mendongkrak sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, membuka peluang baru bagi masyarakat.
Suksesnya acara ini adalah bukti bahwa dengan semangat dan kerja keras, tradisi dan budaya lokal bisa bangkit, berkembang, dan dikenal hingga ke tingkat nasional maupun internasional. Ini adalah sebuah kemenangan bagi Sumenep, bagi Madura, dan bagi seluruh warisan budaya Indonesia.

















