Scroll untuk baca artikel
News

KIAI MUQSITH DAN JALAN KAKI DI LATEE

Avatar photo
315
×

KIAI MUQSITH DAN JALAN KAKI DI LATEE

Sebarkan artikel ini

Oleh: M Faizi

Dengan wafatnya Kiai Muqsith tadi malam, malam Jumat, 13 Februari 2025, yang bertepatan dengan malam Nisfu Sya’ban, maka generasi kedua di PP Annuqayah Guluk-Guluk yang tersisa hanyalah Kiai Abdul Basith AS (cucu pendiri dari jalur istri Nyai Mariyah).

Kiai Abdul Muqsith Idris adalah cucu pendiri (Kiai Muhammad as-Syarqawi) dari jalur istri Nyai Khadijah. Saat ini, generasi kedua tersisa empat orang saja.

Kiai Muqsith adalah tipe kiai yang tidak suka merepotkan orang lain, mandiri dalam mengerjakan banyak tugas yang sebetulnya itu mungkin pantas diatasi oleh santri-santrinya, seperti mencabut rumput, memungut daun belinjo yang jatuh.

Saya sering melihat beliau membereskan sampah yang berserakan di jalan yang dibuang orang, yang mungkin orang itu adalah santrinya sendiri, santri dari pondok lain, atau malah tamu.

Saya sering melihat kejadian ini karena punya jadwal ngajar di Aliyah dan saya selalu (hampir pasti) berjalan kaki saat melintas di maqbarah ke timur sampai Langgar Latee. Kalau naik sepeda kayuh, mancal baru dimulai dari pintu musholla ke arah timur.

Berkat jalan kaki ini akhirnya saya lebih mengetahui secara detil hal-hal yang dikisahkan. Dan kadang pula saya diajak mampir untuk bicara hal ringan-ringan dengan beliau di ‘patamoyan’ (tempat menerima tamu), di dalam.

Mulai sekarang, mulailah berjalan kaki saat lewat di selatan maqbarah! Siapa tahu Anda dapat rezeki.

Kiai Muqsith juga tetap mengajar madrasah hingga beliau sepuh, insya Allah hingga tahun 2024
Kayaknya beliau masih mengajar. Siswa ditempatkan di serambi depan, di selatan patamoyan umum. Ada meja dan bangku di situ yang sudah disiapkan.

Khidmah mengajar madrasah adalah salah satu ciri Masyayikh Annuqayah di samping mulang Alquran. Ini tidak tertulis dalam AD/ART, tapi berlangsung sejak dulu sampai kini.

Kisah-kisah tentang kebiasaan Kiai Ilyas, sikap Nyai Mariyah terhadap Nyai Khadijah (sebagai “madu”), kebiasaan Kiai Husain, itikad Kiai Bukhari, serta perilaku dan akhlak sesepuh zaman dulu sering beliau tuturkan berulang-ulang.

Kisah-kisah itu mungkin tidak pernah saya dengarkan kalau saya melintas di sana tidak berjalan kaki karena kemungkinan saya tidak akan dipanggil dan tidak mampir kalau saya naik sepeda motor atau mobil.

Sekarang Kiai Muqsith sudah wafat. Siapa yang akan memanggil Anda kalau lewat di sana untuk mengisahkan kisah-kisah dan teladan leluhur? Jangan sedih, belum terlambat, karena mereka yang wafat itu tetaplah hidup.

KETERANGAN: lukisan oleh Iskandar YunHan