Malang (Maduraexpose.com)- Kostentasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur tahun 2015 yang hanya diikuti dua pasangan calon disinyalir akan berlangsung menarik. Pasalnya berbagai partai pengusung pasangan calon kepala daerah mulai mengkampanyekan pasangannya masing-masing untuk meneruskan estafet kepemimpinan Sumenep lima tahun ke depan.
Sekalipun demikian, mulai muncul kekhawatiran dari berbagai kalangan bahwa menjelang Pilkada masih akan ramai dijumpai praktek-praktek politik yang dapat meruntuhkan ruh dan substansi nilai-nilai demokrasi dalam Pilkada mendatang. Sehingga sebagian kalangan juga turut mengkampanyekan pentingnya menjaga martabat demokrasi dalam Pilkada Sumenep.
Mohammad Kayyis AR, Koordinator Wilayah Front Pemuda Madura Kepulauan (FP MK) Malang, menyerukan pentingnya keterlibatan elemen sosial untuk turut mengawal dan mengawasi pelaksanaan Pilkada Sumenep secara jujur, adil dan transparan. Jangan sampai elemen sosial seperti organisasi kepemudaan turut tenggelam dalam praktik politik yang acapkali mengaburkan aspek demokratis dalam pelaksanaan Pilkada.
“Dalam setiap pelaksanaan Pilkada asumsinya masih sama, bahwa Pilkada pasti selalu penuh intrik yang dapat meruntuhkan nilai demokrasi. Money politic misalnya. Disinilah sebetulnya menjadi urgen peran kelompok-kelompok sosial yang punya komitmen mewujudkan Pilkada yang mampu mengimplementasikan nilai demokrati,” ujarnya kepada Maduraexpose.com (30/09/2015).
Kayyis mengatakan, partai politik sebagai penyerap aspirasi yang sekaligus bertanggung jawab terhadap pendidikan politik sejatinya sudah mulai melaksanakan pendidikan politik yang berwawasan humanis dan partisipatif jauh hari sebelum dekat dengan pelaksanaan Pilkada. Sebab bagaimanapun, rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada misalnya, bermuara pada kegagalan partai politik menjalankan fungsinya sebagai komunikasi politik sekaligus pendidikan politik.
“Dalam konteks Pilkada Sumenep yang akan diselenggarakan Desember mendatang yang hanya diikuti dua pasangan calon sebetulnya masih rentan terjadinya praktik money politik maupun pengkaplingan hak politik masyarakat yang dilakukan secara sadar dan masif oleh partai politik misalnya, yang bertanggung jawab terhadap pemenangan pasangan calon kepala daerah,” tutur Kayyis.
Menurut Kayyis, memang harus dilakukan proteksi dan antisipasi dini untuk meminimalisir terjadinya praktik kecurangan dalam Pilkada. Disinilah sebetulnya juga penting peran dan keterlibatan kelompok masyarakat yang tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu untuk memberikan upaya penyadaran politik kepada masyarakat secara objektif dan sukarela.
Seperti yang dilakukan FP MK. Organisasi kepemudaan itu sudah menurunkan tim independen untuk memberikan penyuluhan dan pendidikan politik kepada masyarakat. Sekalipun tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu, Tim FP MK terus mengintensifkan pendidikan politik kepada masyarakat terpencil yang diproyeksikan tingkat partisipasinya masih rendah dalam Pilkada.
“Betul, FP MK sudah menurunkan beberapa orang yang terbentuk dalam tim untuk turut memberikan penyadaran politik kepada masyarakat Sumenep, khususnya masyarakat terpencil seperti kepulauan sehingga harapannya partisipasi mereka dapat meningkat secara signifikan,” kata Kayyis.
Bagi Kayyis, mewujudkan Pilkada yang demokratis adalah tanggung jawab kolektif. Tidak saja partai politik sebagai pengusung calon ataupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara, maupun Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) sebagai pengawas. Semua masyarakat idealnya juga harus bertanggung jawab terhadap komitmen penyelenggaraan Pilkada yang demokratis.
“Catatan saya yang juga penting adalah bahwa tokoh-tokoh politik lokal harus mampu memberikan keteladanan secara politik. Jangan sampai masyarakat menjadi apolitik dan justru pragmatis menyikapi Pilkada Sumenep mendatang. Dengan demikian saya pikir, Pilkada Sumenep akan menjadi cermin bagi terwujudnya aplikasi substansi nilai-nilai demokrasi,” tutup Kayyis.
(k80/mex)