maduraexpose.com

 


Konfercab NU

Kritik Kiai NU Soal Kemiskinan Sumenep: Said Abdullah ‘Titip’ Target Tawazun 10%

568
×

Kritik Kiai NU Soal Kemiskinan Sumenep: Said Abdullah ‘Titip’ Target Tawazun 10%

Sebarkan artikel ini

Editor: Ferry Arbania

Kolase foto Said Abdullah dan Panjdi Taufik

Kritik Kiai Pandji Taufik Menggugat Maslahah al-‘Ammah. Respons Said Abdullah Menitipkan Target Tawazun Ekonomi.

SUMENEP — Suasana Konferensi Cabang (Konfercab) Nahdlatul Ulama (NU) Sumenep, Ahad (7/12/2025), menjadi titik pijak bagi kritik pedas yang mengguncang peta politik lokal. Ketua PCNU demisioner, Kiai Pandji Taufik, secara terbuka melayangkan otokritik dan peringatan serius kepada Umara (pemerintah) Sumenep yang diwakili Wakil Bupati KH. Imam Hasyim. Kritik ini berpusar pada kegagalan pengelolaan sumber daya yang berujung pada paradoks kemiskinan: Sumenep yang kaya raya justru menjadi salah satu kabupaten termiskin di Jawa Timur.

Kegagalan Istislah: Lingkungan dan Penderitaan Umat

Dengan diksi santun khas Nahdliyin, Kiai Pandji Taufik memulai sorotannya dengan meminta saporana (maaf), namun tanpa mengurangi ketajaman substansi. Ia menegaskan bahwa Sumenep sedang menghadapi krisis lingkungan yang parah, terutama menyangkut izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di wilayah pesisir.

 


Menurut perspektif Filsafat Islam yang dianut NU (Ahlussunnah wal Jamaah), setiap kebijakan harus berorientasi pada prinsip Istislah (mencari kemaslahatan) atau Mashlahah al-‘Ammah (kebaikan umum). Kiai Pandji menduga, AMDAL yang dilakukan para pengusaha tidak “hakiki” dan kurang melibatkan partisipasi umat, menunjukkan adanya potensi kegagalan pemerintah dalam menjaga hifdz al-bi’ah (pemeliharaan lingkungan).

Kritik ini kemudian melebar pada eksploitasi fosfat dan pengeboran minyak. Kiai Pandji menyayangkan betapa kekayaan alam yang melimpah (sebuah karunia Rizq dari Allah) tidak diterjemahkan menjadi kesejahteraan.

“Sumenep adalah kabupaten yang kaya raya, tetapi kita makin menderita. Penduduknya banyak yang miskin,” tandasnya.

Pernyataan tersebut merupakan gugatan etis dan politik yang mengarah pada ketidakadilan struktural, mempertanyakan di mana letak khidmah (pelayanan/pengabdian) pemerintah daerah kepada rakyat.

Respons Politik: Khidmah Umat Dibalas Titipan Angka

Kritik tajam dari Kiai Pandji Taufik segera mendapatkan respons dari figur politik paling berpengaruh di Madura, MH Said Abdullah. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang juga Paman Bupati Sumenep, Achmad Fauzi, ini ‘menitipkan’ sebuah amanah strategis yang berdimensi angka kepada kepemimpinan baru PCNU Sumenep.

Alih-alih merespons secara langsung tata kelola lingkungan dan Istislah kebijakan pemerintah, Said Abdullah fokus pada penanganan dampak yang dikritik, yaitu kemiskinan. Ia secara eksplisit menargetkan PCNU yang kini dipimpin KH Widadi Rahim, untuk bekerja sama dengan pemerintah menekan angka kemiskinan dari 17% menjadi di bawah 10% dalam lima tahun ke depan.

Pesan ini menempatkan PCNU bukan hanya sebagai kekuatan moral, tetapi sebagai mitra eksekusi strategis untuk merealisasikan target pembangunan.

Dialektika Tawazun: Keseimbangan Dunia-Akhirat dalam Pemerintahan

Dalam kacamata Filsafat Politik Islam, respons Said Abdullah ini menggeser fokus dari kritik hulu (kebijakan eksploitasi) ke tantangan hilir (pemberdayaan ekonomi).

Said Abdullah menekankan pentingnya kolaborasi total yang mengedepankan prinsip Tawazun (keseimbangan) khas Aswaja. Prinsip ini menuntut adanya keseimbangan kerja antara urusan dunia (al-dunya) dan akhirat (al-akhirah). Dalam konteks ini, khidmah keagamaan dan pemberdayaan ekonomi umat tidak boleh terpisah.

Politisi senior PDI Perjuangan ini melihat target ambisius 10% kemiskinan dapat dicapai melalui penguatan Lembaga Perekonomian NU (LPNU) dan peningkatan akses pendidikan.

“PCNU Sumenep bersama pemerintah… harus bisa berjalan bareng. Saya optimistis kolaborasi ini dapat menurunkan tingkat kemiskinan di Sumenep secara lebih progresif,” ujar Said Abdullah.

Namun, pengamat melihat ini sebagai sebuah pertaruhan politik—meletakkan tanggung jawab signifikan penanggulangan kemiskinan di pundak organisasi keagamaan. Hal ini menguji apakah kolaborasi tersebut mampu menjawab gugatan etis Kiai Pandji Taufik tentang tata kelola sumber daya alam, ataukah hanya akan berkutat pada upaya pemulihan dampak kemiskinan tanpa menyentuh akar masalah (eksploitasi yang tidak hakiki).

Dengan figur Ketua Tanfidziyah yang baru, KH Widadi Rahim, yang dinilai Said Abdullah sebagai figur transformatif, tantangan NU ke depan adalah menterjemahkan khidmah mereka menjadi sebuah Gerakan Nahdliyah yang tidak hanya gesit secara jam’iyah (organisasi) tetapi juga efektif dalam mencapai mashlahah ekonomi dan lingkungan bagi seluruh umat.

--------EXPOSIANA----
GAYA SAMBUTAN ACHMAD FAUZI WONGSOJUDO

 


 


---Exposiana----

---***---