SUMENEP — Kontras tajam membayangi wajah Kabupaten Sumenep. Sebagai daerah peraih penghargaan Adipura yang sarat akan kebanggaan, kini Ibu Kota Sumenep justru diterpa kritik keras akibat penanganan sampah yang dinilai semrawut dan tanpa perencanaan matang.
Sorotan terbaru datang dari arena politik: H. Herman Dali Kusuma, SH, MH, politisi senior sekaligus mantan Ketua DPRD Sumenep, angkat bicara mengenai penempatan bak sampah raksasa di jalur strategis dan ramai, yakni Lingkar Timur.
Mengapa Kota Adipura Membiarkan Sampah Semrawut?
Kritik H. Herman bukan hanya soal lokasi, tetapi menyentuh kegagalan Pemkab Sumenep—khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH)—dalam menerapkan kaidah tata ruang dan estetika kota. Padahal, jalur Lingkar Timur bukan sekadar jalan biasa.
“Di situ kan tempatnya orang santai, sering digunakan masyarakat. Selain itu, ini adalah lintasan strategis bagi tamu yang datang dari luar daerah. Jadi sebaiknya lokasi seperti itu dihindari untuk penempatan bak sampah besar,” ujar H. Herman, Rabu (15/10).
Protes ini menggambarkan alur yang janggal: bagaimana mungkin sebuah kota yang berhasil meraih standar kebersihan nasional tertinggi (Adipura) justru membiarkan fasilitas vital seperti bak sampah diletakkan secara asal-asalan di ruang publik yang seharusnya menjadi display keindahan kota.
Melawan Kaidah Tata Ruang dan Lingkungan
Menurut H. Herman, penempatan fasilitas kebersihan seharusnya mengedepankan tiga aspek: fungsi, kenyamanan, dan estetika. Ia menilai, penempatan saat ini di Lingkar Timur telah mengorbankan dua aspek terakhir.
Secara spesifik, politisi senior ini menjabarkan kaidah umum penempatan fasilitas pengelolaan sampah yang diabaikan Pemkab Sumenep, di antaranya:
- Tidak berada di lokasi aktivitas sosial ramai seperti taman atau jalur bersantai.
- Tidak dekat area makan atau penyimpanan makanan untuk menghindari bau tidak sedap.
- Harus memiliki drainase yang baik agar tidak menyebabkan genangan, yang berujung pada bau dan sumber penyakit.
“Penempatan yang tepat dan pengelolaan yang baik akan meningkatkan kebersihan lingkungan sekaligus kesadaran masyarakat. Kita semua tentu mendukung kebersihan kota, tapi kebersihan itu seharusnya tetap sejalan dengan keindahan dan kenyamanan masyarakat,” tegasnya, menyiratkan bahwa Pemkab Sumenep gagal mewujudkan keselarasan ini.
Suara Tokoh Lintas Agama Ikut Menekan
Protes ini semakin menguat karena sebelumnya, sorotan serupa sudah disampaikan oleh tokoh lintas agama. Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sumenep, Dr. Zainuddin, bersama Pastor Paroki Gereja Katolik Maria Gunung Karmel, Romo Kornelis Kopong, O.Carm, kompak mendesak penataan ulang lokasi bak sampah. Mereka khawatir, semrawutnya lokasi tersebut akan merusak keindahan jalur peziarah di kawasan itu.
Desakan kolektif dari politisi senior dan tokoh lintas agama ini menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada respons atau konfirmasi resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Sumenep, termasuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Keheningan dari pihak Pemkab ini justru menambah daftar panjang kritik masyarakat bahwa persoalan sampah kota tidak ditanggapi secara serius.
Masyarakat kini berharap penuh agar Pemkab Sumenep segera menuntaskan persoalan sampah ini, tidak hanya sekadar mengejar piala Adipura, tetapi benar-benar menjadikan kebersihan sebagai bagian tak terpisahkan dari tata ruang dan keindahan kota.
Terbaru, media ini berusaha mengonfirmasi persoala sampah ini melalui telpon genggam Arif Susanto, AP, M.Si, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sumenep berkali-kali justru tidak diangkat meski terdengar nada sambung. Begitu juga konfirmasi via pesan WhatsApp tidak direspon.
Media ini juga berusaha mengonfirmasi persoalan ini ke Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo, agar persoalan ini tidak berlarut-larut dan segera mendapat penanganan serius dari pihak terkait.

















