Scroll untuk baca artikel
Hot Expose

Pakar Hukum: Membatalkan Perda Syariah Pikiran Konyol

Avatar photo
99
×

Pakar Hukum: Membatalkan Perda Syariah Pikiran Konyol

Sebarkan artikel ini
repro buku 50 Tahun Indonesia Merdeka . Presiden Sukarno membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Selain itu, lanjutnya, ‘hukum syariah’ itu pun sudah berlaku sekarang. Ini seperti UU Perkawinan, UU  Bank Syariah, Kompilasi Hukum Islam, UU Zakat dan lainnya. Untuk agama lain yang terkait  juga ada di tempat lain, misalnya Bali. Jadi tunjukan di mana aturan syariah atau perda bernuansa agama bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Saya ingin sekali lihat fakta keras mereka seperti apa,’’ tegas Margarito.

Sementara penuis sejarah dan mantan staf perdana menteri Natsir dan staf ahli Wakil Presiden Hamzah Haz, Lukman Hakim mengatakan segala hal yang muncul sekarang itu terjadi akibat generasi muda mulai tak paham sejarah. Sebab, ada fakta yang lain, terkait rumusan Dekrit Presiden, yakni  arsip mengenai isi notulen mengenai perdebatan Presiden Sukarno ketika hendak merumuskan dekrit itu.  Dan fakta tersebut  berasal dari notulen rapat dari Perdana Menteri Juanda.

‘’ Ada dialog resmi tertulis dari anggota DPR kala itu kepada Perdana Menteri Djuanda. Ini terdokumentasikan lengkap dalam buku Mayor Moh Said, ‘Pedoman Melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat’, buku ini tanpa dilengkapi tahun terbit,’’ ujar Lukman.

Lalu apa isinya? Lukman menjawab kala itu pihak yang bertanya memang adalah anggota DPR dari Perwakilan Partai Nahdlatul Ulama (NU) KH A Sjaichu (NU).’’Kyai Sjaichu bertanya kepada perdana menteri Djuanda  mengenai arti “Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu kesatuan dengan konstituai”.’’

Atas pernyataan itu, lanjut Lukman Perdana Menteri  Djuanda menjelaskan, itu artinya berarti terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat diberi makna Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Pengertian itu juga termasuk terhadap Pasal 29 ayat (1).

------------------------