Oleh: Ferry Arbania, Pemred MaduraExpose.com
Mencermati banyaknya organisasi wartawan yang menyebar di daerah, dewasa ini memang cukup menggembirakan. Banyak kalangan berharap akan membawa pencerahan dimana para insane Per s itu, paling tidak, memiliki tempat ‘curhat’ semacam FGD (Focus Group Discussion) menyikapi banyaknya fakta dilapangan yang kadang tidak sesuai dengan kepentingan public atau apapun kasusnya, beritanya tetap sesuai berdasarkan fakta, bukan selera.
Sekedar berbagi, beberapa hari ini saya sedikit intens melakukan komunikasi dengan beberapa wartawan diluar daerah tentang kebiasan wartawan ‘berkelompok’ itu setiap kali melakukan investigasi maupun konfirmasi ke kantor-kantor Pemerintah, baik eksekutif maupun legislative.Ternyata ada hal yang menjadi kebiasaan beberapa wartawan, dimana kebiasaan itu menurut saya tak perlu dipertahankan. Contoh, kebiasaan (segelintir) wartawan yang sehabis wawancara sering nyindir-nyindir pejabat tertentu untuk ngajak makan bareng atau meminta ‘disuapi’ dengan uang makan siang atau sekedar beli rokok. Hal-hal seperti ini, sekali lagi tidak bermaksud sok idealis, secara tidak langsung menjatuhkan kredibilitas seorang wartawan.
Bukankah seorang jurnalis harus mampu mempertahankan independensinya dalam setiap menyajikan berita?
Sudahlah, tak usah memperpanjang masalah ini, karena saya yakin, tidak mudah menghilangkan kebiasan (kurang baik) oknum wartawan semacam itu. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana caranya sesame insane Pers membangun kekompakan. Bukan hanya kompak untuk kelompoknya. Yang saya maksudkan disini adalah kekompakan menyadarkan kelompok itu agar tidak hanya ‘semau gue’ dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, hanya mentang-mentang punya kelompok dan selalu disetujui kelompoknya.
Berkaca pada banyaknya komunitas wartawan di masing-masing kabupaten di Madura saja, ada puluhan kelompok wartawan yang mengatasnamakan Pagutuban wartawan, Aliansi wartawan, Forum wartawan dan seabrek nama lainnya. Silahkan bangga dengan kelompoknya, tapi jangan sampai berjalan sendiri-sendiri ketika wartawan diluar kelompok menjalankan tugas apalagi bersebrangan hanya tujuan-tujuan tertentu yang tidak baik. Contoh, jangan sampai karena seorang waratawan yang tak berkelompok menulis kasus besar dan bersebrangan dengan salah satu kelompok wartawan, misalnya, lantas memusuhi wartawan ‘solo’ itu.
Ini sudah tidak benar dan memalukan, apalagi, jika alasannya hanya untuk urusan perut. Nauzdubillah.Semoga kita dijauhkan dari tabiat jelek tersebut. Agar dalam menjalankan tugas ke wartawanan ini, kita selalu mengedepankan kemaslahatan umat , mari kita renungkan ungkapan bijak dan do’a tulus dari Syaikh al-Allamah Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr, yang kira-kira begini, “Saya memohon kepada Allah’Azza wa Jalla.
agar melapangkan dada setiap muslim di dalam setiap posisi dari hal itu semua agar mengambil semua yang bisa mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan bagi kaum muslimin di dunia dan di akhirat, dan yang bisa menyelamatkan dirinya dan kaum muslimin di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan”, Amin. Dan mumpung masih dalam nuansa bulan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Mari kita belajar meneladani setiap profesi yang disandang beliau. Jangan pernah korup apalagi menyalah gunakan profesi kita sebagai wartawan. Sebuah sabda Nabi saw yang sering dikutip oleh para mubaligh layak untuk kita renungkan bersama, “Qul al-haqq wa law kana murran” (katakan yang benar itu walaupun (terasa) pahit) (*)
#ferry.arbania@gmail.com
NB) Tulisan ini pernah dimuat di Surat Kabar Harian Memorandum (Jawa Pos Grup) dan Kompasiana.com. Kebetulan momennya sama di nuansa Maulid Nabi Muhammad SAW.