DEPOK – Ketua Umum Kiai Muda Indonesia, Gus Wahyu NH Aly mengatakan apabila Adhyaksa Dault dengan Ahok berpasangan dinilainya sebagai pasangan istimewa. Hal itu dikatakan dalam kajian menjelang Sahur bersama di Pesantren Yatim Piatu untuk putra dan putri di Depok, saat menanggapi pertanyaan dari salah satu jamaah tentang sejumlah calon kandidat gubernur DKI Jakarta yang muncul di media.
“Adhyaksa dan Ahok kalau berpasangan itu istimewa. Karena A plus A jadinya dobel A. Tapi kalau salah satu dari Adhyaksa atau Ahok itu berpasangan dengan Yusuf Mansur, itu ya kemunduran bagi Jakarta,” kata Gus Wahyu di Pesantren yang diasuh oleh Kiai Lukman Nur Salim, Selasa (14/06).
Cucu KH. Abdullah Siradj Aly ini juga menilai apabila Yusuf Mansur sebagai sosok yang pintar dalam mencari uang, sebagaimana sejarah hidupnya yang semangat dalam mencari uang. Namun, dikatakan juga, apabila Yusuf Mansur dinilai masih kering dalam menimba ilmu agama yang terlebih ilmu pemerintahan. Menurut Gus Wahyu, mengamanahkan sebuah jabatan kepada yang bukan ahlinya tergolong sebagai perbuatan yang tidak baik.
“Surah Annisa, ayat ke 58 begitu. Itu juga kenapa Rasulullah tidak menerima sahabat Abu Dzar sebagai pemimpin. Jadi, segala sesuatu harus diamanahkan kepada yang hak, bukan asal saja. Imam sholat ya ke yang bisa sholat. Mobil rusak ya ke bengkel, bukan ke rumah sakit. Cari sopir untuk mobil kalian ya harus yang bisa mengendarainya, kalau asal orang hanya mengedepankan ego karena bisa sholat tapi tak bisa menyupir ya berbahaya,” paparnya.
Pada kesempatan tersebut, Gus Wahyu meminta agar Yusuf Mansur tidak terjebak dalam rayuan politik. Ia juga menginginkan agar Yusuf Mansur justru lebih fokus mendalami agama agar ceramah-ceramahnya tidak ngelantur serta bisnisnya yang sering mengatasnamakan agama bukan menghalalkan segala cara hanya dengan memaksakan stempel istilah agama.
“Kalau ceramahnya masih menilai sholat sunah rowatib sebagai sayapnya sholat fardhu, dengan analogi sholat fardhu tanpa rowatib itu burung tanpa sayap, sebaiknya ya mengaji dulu lebih mendalam dan ceramahnya berhenti dulu. Fardhu ya fardhu, sunah ya sunah, itu dulu dipelajari deh. Tapi kalau tak bisa mengendalikan syahwat ceramahnya, ya wasalam,” kata pakar ushul fiqh ini.[Septika Wahyu Diananda]