Scroll untuk baca artikel
Hot Expose

Kapolri: Banyak Polisi Tidak Paham Ujaran Kebencian

Avatar photo
275
×

Kapolri: Banyak Polisi Tidak Paham Ujaran Kebencian

Sebarkan artikel ini
Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti saat kunjungan ke Madura. [Foto:Ferry Arbania/Maduraexpsoe.com]

Maduraexpose.com- Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengakui bahwa anggotanya banyak yang tidak memahami bentuk ujaran kebencian. Oleh karena itu, dia mengeluarkan surat edaran mengenai penanganan ujaran kebencian.

Menurutnya, masalah ujaran kebencian bukan hal baru. Bahkan dia mengklaim telah berdiskusi dengan kelompok masyarakat sipil terkait masalah ujaran kebencian ini.

“Masalah hate speech ini bukan barang baru, kami seringkali berdiskusi dengan LSM terkait masalah hate speech,” katanya saat silaturahmi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/11).

Badrodin menjelaskan, kebijakan mengenai ujaran kebencian telah dituangkan dalam hukum pidana, seperti dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), maupun UU penghapusan Diskriminasi.

Badrodin menilai saat ini eranya jauh berbeda dengan sebelumnya. Di satu sisi kebebasan berpendapat, berbicara, dan berekspresi dijamin oleh undang-undang. Namun di sisi lain ujaran kebencian menyebar luas di tengah masyarakat. Hal ini yang membuat anggota polisi ragu-ragu dalam menindak pelaku yang diduga melakukan ujaran kebencian.

“Kadang-kadang anggota ragu-ragu,” kata Badrodin. “Enggak jelas mana yang harus ditindak mana yang tidak, mana yang masuk kategori pidana mana yang tidak.”

Dia menyebutkan, ceramah Abu Bakar Ba’asyir berisi ujaran kebencian. Tapi hal itu tidak pernah diproses polisi. Sekjen Jakmania di dalam twitternya juga berisi ujaran kebencian. Begitu pula ceramah di Aceh Singkil yang bermuatan ujaran kebencian.

“Kami sudah ada kejadian (kekerasan) di Sampang, Cikeusik, Temanggung, semua berawal dari itu (ujaran kebencian), karena penanganannya tidak tuntas maka terjadi aksi kekerasan,” kata Badrodin.

Tahun lalu, lanjut Badrodin, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melakukan penelitian di empat kota, yaitu Bandung, Surabaya, Makassar dan Banten.

“Temuannya sama, bahwa anggota Polri tidak paham tentang ujaran kebencian,” kata Badrodin.

Ketidakpahaman itu berdampak buruk pada penanganan perkara di lapangan. Beberapa kasus dalam kampanye Pilkada yang menyudutkan etnis tertentu atau pasangan calon, tidak ada ditindakan tegas dari kepolisian. Apalagi ujaran kebencian yang ada di media sosial, juga tidak ditindak.

“Menangani masalah seperti ini anggota ragu-ragu, tidak tegas,” ujarnya.

Penelitian Kompolnas ini kemudian dijadikan dasar rekomendasi kepada Polri untuk membuat surat edaran mengenai penanganan ujaran kebencian.

Dalam surat edaran itu disebutkan mengenai tata cara menangani masalah kebencian. Penanganan itu seperti mempertemukan, menjelaskan, hingga memperoleh titik temu. Badrodin mengatakan, jika ada yang tersangkut soal itu, polisi akan mengingatkan efek hukumnya.

Dia juga menyampaikan, surat edaran ini dibuat untuk melayani masyarakat yang merasa tidak nyaman dengan pihak yang menyebarkan kebencian. Selain itu, Polri berusaha mengantisipasi terjadinya konflik sosial akibat tindakan intoleran dan ujaran kebencian.

Surat Edaran mengenai penanganan ujaran kebencian itu telah ditandatangani Kapolri Jenderal Badrodin Haiti pada 8 Oktober lalu. Surat bernomor SE/06/X/2015 itu telah dibahas sejak masa kepemimpinan Jenderal Sutarman. Edaran itu telah diberikan kepada Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia.

Ada empat instruksi tindakan preventif yang disebutkan dalam surat edaran tersebut. Keempatnya yaitu pemahaman atas bentuk kebencian, sikap responsif dan peka terhadap tindakan yang berpotensi pidana, analisis situasi terkait perbuatan serta ujaran kebencian, dan yang terakhir yakni melaporkan ke pimpinan apabila menemukan dugaan kebencian.

Ujaran kebencian yang dimaksud dalam surat tersebut berupa tindakan penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong.

Ujaran kebencian tersebut dapat disampaikan melalui berbagai media seperti orasi kampanye, spanduk, media sosial, penyampaian pendapat di muka umum atau demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa dan pamflet.

(utd/CNN)