Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama, Mubarok menegaskan, sejumlah pasal yang sempat dimasukan dalam RUU Kerukunan Umat Beragama tetap dipertahankan. Sekaligus penambahan pasal terkait izin rumah ibadah dan materi dakwah di ruang publik.
“Terdapat pasal tambahan yang dimasukan. Dan masih terbuka proses diskusi terkait pasal yang perlu diatur dalam RUU PUB ini,” ujar Mubarok usai pengumuman Lomba Foto Kerukunan Nasional di gedung Kementerian Agama, Jakarta, Senin (24/11), dikutip dari JPNN.com.
Menurut Mubarok berbagai kelompok sosial, tokoh agama dan penggiat kerukunan dan pemerhati isu Hak Azazi Manusia (HAM) ikut membahas. Banyak pendapat yang menarik dan perlu menjadi pertimbangan dalam pasal-pasal RUU PUB.
Beberapa gagasan itu, lanjut dia mendorong perlunya penataan izin rumah ibadah diatur. Termasuk pula materi khotbah yang dilakukan pada ruang publik. “Ada gagasan khotbah itu lebih menyejukkan. Tidak mengeluarkan materi yang memancing amarah dan lainnya,” paparnya.
Tak itu saja sejumlah pasal berkaitan pada isu kepercayaan pun digodok. Banyak aspek keagamaan yang coba ditata melalui RUU PUB. Terkait nomenklaturnya, Mubarok mengakui ada pergantian sebelumnya RUU Kerukunan Antarumat Beragama.
Kemudian diperbaiki menjadi RUU Perlindungan Umat Beragama. “Prespektifnya coba diperbaharui. Bukan sebatas menjaga kerukunan, tetapi juga melindungi,” tuturnya.
Instruksi PDIP
Sekedar mengingatkan, pada masa kampanye Pilpres 2014 lalu, ada instruksi ketua PDIP Jakarta Timur William Yani untuk memata-matai para khotib Jumat saat mereka berkhotbah di masjid.
Bahkan instruksi DPC PDIP Jaktim ini dibenarkan Politisi PDIP yang juga tim sukses relawan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), Eva Kusuma Sundari.
“Iya itu ada edaran dari DPD Jakarta Timur mengambil policy untuk mencatat dan merekam (khutbah Jumat),” kata Eva saat dikonfirmasi Republika, Jumat (30/5/2014).
Eva mengakui instruksi memata-matai khutbah Jumat bocor ke publik. Dirinya menyatakan perintah mengawasi khutbah Jumat hanya berlaku untuk internal PDIP. Namun perintah itu kemudian ada yang membocorkan ke publik. Eva menyatakan perintah itu belum menjadi kebijakan DPP PDIP. “Belum menjadi policy pusat,” katanya.
(azm/arrahmah)