Scroll untuk baca artikel
KOLOM

Haruskah Jokowi Otoriter Supaya Ekonomi RI Tumbuh Tinggi?

55
×

Haruskah Jokowi Otoriter Supaya Ekonomi RI Tumbuh Tinggi?

Sebarkan artikel ini
Ist/net

Demokrasi memang gaduh. Jargon suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox Dei) membuat setiap orang berhak mengemukakan pendapat. Namanya suara Tuhan, ya harus didengar.

Usai reformasi 1998, demokrasi menjadi konsensus nasional di Indonesia. Kita sepakat bahwa demokrasi adalah jalan, alat untuk mengelola negara demi sebuah tujuan besar sesuai mandat konstitusi. Merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Namun, demokrasi bukannya tanpa kritik. Demokrasi yang gaduh terkadang membuat pemerintah gamang dalam mengambil kebijakan, takut tidak populer. Sebab kebijakan tidak populer akan berujung kepada perolehan suara dalam pemilu yang demokratis. One man one vote.

Akibatnya, muncul benih-benih kerinduan kepada pemerintahan yang tegas dan cenderung otoriter a la Orde Baru. Kalau kerinduan ini tidak muncul, pasti tidak akan ada meme ‘Enak Jamanku Tho?’

Selepas krisis ekonomi dan reformasi 1998, ekonomi Indonesia memang belum bisa menyamai puncak pencapaian Orde Baru. Pertumbuhan ekonomi di kisaran 6% adalah yang terbaik sejak 1998.

Dibandingkan dengan negara-negara yang lebih tidak demokratis seperti China atau Vietnam, laju pertumbuhan ekonomi Tanah Air kalah cepat. China dan Vietnam sempat merasakan nikmatnya pertumbuhan ekonomi dua digit, sementara di Indonesia baru sebatas angan-angan.

Oleh karena itu, muncul pertanyaan menarik. Apakah kita perlu menggadaikan demokrasi demi pertumbuhan ekonomi? Andai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedikit lebih otoriter, mungkin kah pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi?

------------------------