Scroll untuk baca artikel
Hot Expose

Exposiana: Asinnya Garam, Pahitnya Petani

Avatar photo
356
×

Exposiana: Asinnya Garam, Pahitnya Petani

Sebarkan artikel ini
Ist.Petani Garam Desa Karang Anyar, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Foto diambil pada hari Sabtu sore 28 Nopember 2015. [Ferry Arbania/Maduraexpose.com]

Baru pada tahun 1998 bersamaan dengan gelora reformasi yang ditandai dengan merosotnya kepercayaan rakyat terhadap negara, rakyat mulai berani menggugat. Rakyat mencoba negosiasi langsung dengan PT Garam, unjuk rasa ke DPRD dan Pemda, memasang pancang reclaiming sampai melakukan blokade karyawan PT Garam.

Di sebagian areal itu, ada kelompok lain yang mengklaim. Mereka adalah bekas pemilik tanah seluas 982 hektar yang dibebaskan tahun 1975 oleh PT Garam. Dari sekitar 800 petani, sebanyak 170 di antaranya tergabung dalam Yayasan Al-Jihad. Lainnya bergerak dalam Kelompok Gapura, Kelompok Delapan maupun diam sama sekali menunggu hasil perjuangan kawan-kawannya.

Pada tahun 1975 tanah pegaraman milik petani itu dibebaskan oleh PT Garam dengan alasan untuk modernisasi. Achmad Zaini, petani Karangnyar masih ingat bagaimana saat itu rakyat menolak. Sebab, itulah satu-satunya alat produksi mereka. Rakyat menangis berusaha keras mempertahankan.

Bayangan mengalami degradasi sosial terbukti nyaris secara absolut. Dari petani pemilik lahan menjadi petani penggarap atau bahkan buruh olah pegaraman maupun buruh angkut. Lahan itu memang menjanjikan rezeki yang besar. Lahan produktif bisa menghasilkan 90-100 ton per hektar. Kalau dibuat rata-rata, lahan di kawasan itu menghasilkan 70 ton per hektar. Jika harga garam sekarang Rp 250.000 per ton, berarti per hektar menghasilkan uang Rp 17,5 juta per musim. “Untuk itulah kalau tanah itu diserahkan kepada petani, petani sanggup memberikan ke pemda per tahun Rp 500.000,” kata Imam Sutarjo, petani asal Sumenep.

------------------------