Maduraexpose.com— Pernyataan keras Ketua Dewan Kesenian Sumenep (DKS) terhadap pelaksanaan rangkaian kegiatan Calender of Event 2023 menjadi cambukan keras bagi pejabat Pemkab yang menggawangi kegiatan tahunan tersebut.
DKS menilai beberapa kegiatan Calender Of Event 2023 dinilai banyak melabrak kepantasan atau kepatutan dalam pelaksanaannya. Akibat cambukan keras Ketua DKS Sumenep Turmidzi Djaka yang menyasar kepada pelaksana kegiatan, terlebih Kepala Disbubdporapar, yang secara tak langsung telah menampar wajah Bupati Sumenep sebagai atasan mereka. Keesokan harinya, Bupati langsung mengeluarkan statemen keras agar pelaksanaan Calender Event tahun 2024 melakukan koordinasi.
“Kami mengharapkan semua pihak yang terlibat di setiap kalender event (2024) untuk berkoordinasi agar dalam pelaksanaannya tidak ada kendala dan hambatan,” demikian Bupati Sumenep Achmad Fauzi dilansir media
Sebelumnya, Turmizdi Djaka Ketua DKS menerima banyak masukan dari banyak kalangan termasuk para seniman Disbudporapar Sumenep disomasi terkait pagelaran Calender event Sumenep 2023 yang dinilai banyak melanggar kepatutan dalam pelaksanaannya.
Turmidzi Djaka yang dikenal sebagai penyair, penyanyi dan musisi sekaligus seniman tingkat Nasional dan sudah kenyang dengan berbagai event besar itu secara terbuka menyampaikan pernyataan keras, yang dialamatkan kepada pihak Pemkab yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Event.
Diantara pernyataan sikap yang disampaikan secara tertulis melalui media tersebut diantaranya:
Pertama, meminta Disbudporapar Sumenep mempertimbangkan betul mudharat, dampak maupun manfaatnya bagi masyarakat atas setiap kalender event yang dilakukan.
Kedua, Meminta Disbuporapar Sumenep melibatkan pakar, ahli atau lembaga adhoc di bidang kesenian untuk membantu merumuskan langkah strategis tata kelola Seni di Sumenep.
Ketiga, Meminta Disbudparpora Sumenep mencari ruang publik yang representatif untuk pagelaran kesenian yang tidak menimbulkan bias konfrontasi yang akan mengganggu pengembangan kesenian dan industri pariwisata.
Keempat, Meminta Disbuporapar Sumenep agar kalender event tidak dimonopoli oleh satu EO, apalagi EO yang tidak paham tentang pengembangan kesenian daerah Sumenep, baik tradisi, modern, kontemporer serta rantai pasarnya.
Kelima, Meminta Disbudporapar Sumenep membuat komitmen bersama dengan EO bahwa setiap komunitas seni dan seniman yang dilibatkan dalam setiap kalender event honornya tidak dihutangi, apalagi pembayarannya dicicil.
Fakta-fakta yang diuraikan diatas, merupakan peristiwa kurang elok yang dikeluhkan seniman sepanjang pelaksanaan kalender event berlangsung.
Selain itu, kasus-kasus lain seperti penyelenggaraan motor cross yang dilaksanakan di areal Taman Bunga sehingga mengganggu orang mau sholat di Masjid, peristiwa tawuran Kelompok Musik Angin Ribut versus Gong Mania dalam Festival Dewi Cemara yang digelar Pemprov Jatim melalui Disbudporapar Sumenep, Jum’at 03 November 2023 silam, tidak akan bisa dihapus dari memori masyarakat, penonton dan penikmat seni, dan terutama para tamu undangan dari sejumlah Kabupaten di Jawa Timur.
Haruskah Kepala Disbudporapar Sumenep Dipertahankan?
Terkait kelima poin pernyataan sikap yang disampaikan Ketua DKS Sumenep Turmidzi Djaka tersebut, banyak pihak kemdian mempertanyakan seberapa penting Bupati Sumenep Achmad Fauzi mempertahankan Kepala Disbudporapar Sumenep?
Pertanyaan tersebut wajar dilontarkan banyak pihak, mengingat keluhan dari kalangan masyarakat dan seniman yang disampaikan melalui Ketua DKS Sumenep dinilai telah melabrak kepatutan.
“Kemudian Launching Komunitas Jeeb Sumekar (Jeekar) yang ditempatkan di Lapangan Kesenian Sumenep (LKS), Sabtu, 23 Desember 2023 malam, yang digadang-gadang sebagai bagian dari 100 event yang akan dihelat Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui Disbudporapar dengan pihak ketiga alias EO, nyata-nyata merupakan produksi ketidakpatutan dalam berkarya,” demikian Ketua DKS Sumenep Turmidzi Djaka dalam keterangan tertulisnya menjelang akhir tahun lalu.
Turmidzi melanjutkan, LKS yang selama ini dibangga-banggakan sebagai aset kebudayaan, tampat digelarnya kesenian telah “dirusak” dengan ketidak patutan.
“LKS yang identik dengan tempat digelarnya pertunjukan seni di Sumenep, selama ini telah jadi aset berharga bagi seniman khususnya, akan berubah jadi arena crossovers Jeeb dengan bunyi bising, abu dan asap bergulung ke udara,” sambungnya.
Menurutnya, Dijadikannya panggung kesenian sebagai salah satu track of road Jeep 4 X 4 yang masing-masing berbobot 1559 Kg / 3437 lbs itu, dipastikan bukan hanya merusak panggung kesenian satu-satunya yang jadi kebanggaan bersama itu.
“Melainkan juga pelanggaran moral yang dibiarkan karena tidak adanya pengetahuan perihal tatakelola seni, dan legacy yang baik mengenai pengembangan dan pokok pikiran kebudayaan daerah,” imbuhnya.
Tindakan kurang patut yang terjadi dan telah mendapat kutukan keras dari kalangan masyarakat dan seniman Sumenep itu, lanjut Turmidzi, patut disayangkan.
“Hal ini menjelaskan bagaimana tindakan destruktif, yang kurang patut ini jadi pilihan Disbudporapar dan EOnya menempatkan event di tempat dimana detak dan marwah kesenian Sumenep dirawat dan diagung-agungkan”. pungkasnya. [*]