Sumenep, MaduraExpose.com- Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat sejumlah nelayan di Kepulauan Kabupaten Sumenep, mengeluh. Karena biaya operasional untuk melakukan penangkapan ikan sangat tinggi, sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan, akibatnya banyak nelayan enggan melaut.
Kenaikan harga BBM itu sudah sangat merugikan nelayan, karena selama kenaikan bahan bakar tersebut harga ikan hasil tangkapan masih seperti biasanya tak kunjung naik, sehingga dengan tingginya harga BBM akan dapat mengurangi pendapatan nelayan.
“Kalau disini banyak nelayan tak melaut, karena harga BBM di pulau lebih mahal dibanding daratan. Jika dipaksakan melaut mereka akan merugi,” kata Tokoh Pemuda Kepulauan Raas, Fauzi Muhfa, Kamis (20/11).
Menurut dia menjelaskan, bahwa selama ini masyarakat pulau sudah membeli harga BBM diatas ketentuan harga standart, namun para nelayan masih memaksakan diri untuk melakukan penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapan mereka seringkali tak sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan untuk operasional melaut.
“Apalagi harga BBM tambah naik, apa yang akan diharapkan dari hasil tangkapan mereka. Maka mereka memilih tidak melaut, agar tidak selalu menanggung kerugian yang cukup besar,” terang Fauzi.
Tingginya harga BBM sambung Fauzi memaparkan, merupakan ulah permainan para pengepul yang mematok harga cukup tinggi, maka penjual BBM eceran juga ikut-ikutan mematok harga lebih diatas jualan dari pengepul tersebut. Tapi hal itu sepertinya belum ada perhatian dari pemerintah setempat, sehingga sampai sekarang penjual BBM eceran masih seenaknya sendiri dalam menentukan harga.
Sedangkan harga BBM jenis premium di Kepulauan Raas berkisar antara, Rp. 12.000 sampai Rp. 13.000/liter, padahal dari harga pengepul hanya Rp. 10000/liter. Untuk BBM jenis solar harganya berkisar antara Rp. 11.000 sampai Rp. 12.000/liter, sedangkan harga dari pengepul hanya Rp. 9.000/liter.
“Ini kan aneh, harga pertamax di daratan hanya Rp.10500/liter. Sedangkan di pulau harga premium lebih mahal dibanding dengan pertamax,” kesalnya.
Tingginya patokan harga BBM di wilayah kepulauan disinyalir karena minimnya pengawasan, akibatnya para pengusaha BBM berulah memainkan harga tanpa memikirkan nasib konsumen. Tapi masyarakat tidak bisa berbuat banyak sehingga dengan terpaksa mereka tetap membeli meski harga tidak sesuai standart.
“Karena selama ini tidak ada tim pemantau untuk menentukan patokan harga yang jelas, maka para pedagang bisa seenaknya menentukan harga,” tuturnya.
Dengan naiknya harga BBM tersebut akan semakin lengkap penderitaan masyarakat pulau yang mayoritas bermata pencaharian menjadi nelayan. Sehingga harapan untuk kesejahteraan masyarakat kepulauan semakin jauh dari harapan, terkecuali ada kebijakan yang berpihak mengenai harga BBM tersebut.
“Harapan saya selaku bagian dari masyarakat, untuk kepulauan BBM segera di subsidi oleh pemerintah, agar dapat meringankan beban penderitaan masyarakat disana. Kami meminta agar peristiwa ini diperhatikan oleh pemerintah supaya tidak menyakitkan nelayan,” pungkasnya.
(Guk/Fer)