Press Release
Barisan Ajaga Tana Ajaga Na’poto (BATAN)
Bismillahirrahmanirrahiem
Mencermati “Penjarahan” tanah yang masif oleh investor asing dan abainya pemerintah terhadap penambangan illegal diberbagi titik di Sumenep. Memicu bom waktu Bencana Ekologi, konfilk vertikal dan horisontal.
Fakta penguasaan atas tanah oleh investor dan penambangan illegal disumenep sangat jelas sekali misalnya; Penambangan pasir di pesisir utara sepanjang Kecamatan Batu Putih, Dasuk, Ambunten, pasongsongan. Berikut pula penambangan batu karst tanpa ijin di lahan negara dan Perhutani yang membentang di Kecamatan Batu putih, dan sebagian Kecamatan Dasuk, Kecamatan Ambunten dan Ellak Lenteng.
Pengalihfungsian lahan menjadi tambak yang telah dan akan terjadi antara lain di di Andulang (Gapura), Lapa Daja (Dungkek), Lombang (batang-batang), Dapenda (Batang-Batang), Kombang (Talango), Dasuk Barat dan Semaan (Dasuk) Gili Labak (Talango).
Fakta tersebut diatas memicu berbagai konflik di masyarakat kelas bawah yang mulai merasa menjadi tamu ditanahnya sendiri, termarginalkan menjadi kuli di desanya sendiri.
Hal ini itu pulalah sehingga diberbagai daerah mulai timbul pergerakan dan gejolak penolakan masyarakat terhadap investor dan pelaku penambangan illegal yang telah jelas merusak alam dan lingkungan seperti yang telah terjadi di Desa Dapenda Batang-Batang, Lapa Daja Dungkek dan Ambunten.
Masalah-masalah tersebut diatas yang terjadi di Kabupaten Sumenep telah mempercepat terjadinya Bencana Ekologi Massal di berbagai tempat sehingga kami memberikan catatan awal kepada Pemerintah Kabupaten Sumenep sebagai berikut :
Pemerintah Kabupaten Sumenep telah lalai menjalankan Amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 karena lebih mengutamakan investor asing masuk daripada dikelola oleh pemkab sumenep
Pemerintah Kabupaten Sumenep telah melakukan pembiaran atas penambangan pasir ilegal dan penambangan batu karst di kawasan pesisir utara dan melupakan amanat UU No. 23 Tahun 1997 tentan
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pemerintah Kabupaten Sumenep telah Gagal melaksanakan amanat UU NOMOR 1 TAHUN 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
SKPD Terkait di lingkungan Pemkab Sumenep masih lebih mementingkan Ego Sektoral daripada Sinergi membangun Sumenep.
Pemerintah harus lebih mementingkan kemaslahatan warga ketika berhadapat dengan investor atau korporasi baik dari sudut pandang sosial budaya, lingkungan, maupun secara sosial ekonomi.
Mendukung setiap pergerakan warga untuk menyuarakan penolakan seperti yang telah dilakukan komunitas KEN, Laskar Hijau, Masyarakat Dapenda, Masyarakat Lapa Daja, Masyarakat Ambunten, Masyakarakat Kombang, untuk menolak dan menutup penambangan dan pembangunan tambak demi kemaslahatan warga dan kemaslahatan lingkungan.
Faiqul Khair El-Hasby
Koodinator Laskar Hijau Simpul Sumenep
Anggota BATAN (Barisan Ajaga Tana Ajaga Na’poto)
Press Release disampaikan bersama oleh : LPBHNU, LWPNU, LPPNU, LPBINU, FNKSDA, Laskar Hijau