Sampang (Maduraexpose.com)– Carut-marut pengelelolaan usaha yang dituangkan dalam Laporan hasil pemeriksaan kepatuhan atas kegiatan investasi dan operasional tahun 2017-2020 pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, di sektor minyak dan gas (Migas) kembali disorot.
Sekitar pukul 10.30 wib, salah satu pegiat di sampang melakukan audiensi dengan Dewan Perwakikan Rakyat Daerah (DPRD) setempat dengan menghadirkan Direksi BUMD PT Geliat Sampang Mandiri (PT GSM) dan Kabag Perekonomian Pemkab.
“Audiensi tadi untuk menindaklanjuti audeinsi sebelumnya soal akte dokumen pendirian PT GSM,” ujar Sekjen Laskar Pemberdayaan dan Peduli Rakyat (Lasbandra) Ach Rifa’ie.
Selain itu, Rifa’ie mempertanyakan hasil tindak lanjut rekomendasi Panitia Kerja (Panja) DPRD setempat serta progres Panitia Khusus (Pansus) BUMD pada 2015 lalu. Kemudian menurut hematnya, selama ini biaya operasional yang dihabiskan oleh BUMD sektor migas tidak relevan dengan pendapatannya.
“Tadi jelas kan, penghasilan anak perusahaan PT GSM yaitu di PT Sampang Sarana Shorebase (PT SSS) mendapat penghasilan senilai Rp 16 miliar. Sedangkan yang masuk PAD Sampang hanya senilai Rp 1 miliar. Ini lagi, ada indikasi penyertaan modal 0 rupiah pada saat pembentukan anak perusahaan yaitu PT Sampang Mandiri Amanah (PT SMA), dimana di audit BPK 2020 ada bukti keterlambatan penyertaan modal hingga 615 hari. Jelas itu tidak beres,” curiganya, Rabu, 8 September 2021.
Sehingga menurutnya, wacana remonerisasi dinilainya tidak berguna, sebab kepemilikan saham anak perusahaan PT SSS tidak seratus persen milik daerah. Selain itu pihaknya menilai keberadaan BUMD di sektor migas tidak lagi bisa diharapkan masyarakat Sampang, sebab penghasilan deviden dalam pengelolaannya sudah tidak ada perkembangan atau stagnan. Bahkan untuk mendapatkan Participating Interest (PI) sebesar 10 persen juga semakin kabur dan tidak jelas.
“Keberadaan BUMD justru seperti tidak berguna, ya mending dibubarkan saja,” tudingnya.
Usai beraudiensi, Direktur Operasional (Dirop) PT GSM Tamsul menyampaikan, ada dua hal yang harus dipahami yaitu disamping tunduk terhadap UU perseroan terbatas, BUMD juga harus tunduk terhadap PP No 54 Tahun 2017. Kemudian dikatakannya, syarat untuk menjadi Direktur Utama (Dirut) yaitu tidak boleh terlibat dalam kepengurusaan Partai Politik (Parpol).
“Itu di BUMDnya, yang kepemilikan sahamnya mayoritas milik pemerintah. Nah kalau di anak perusahaan kami yaitu murni sahamnya dari PT GSM yang bekerjasama dengan pihak ketiga yang ikut tanam saham. Jadi status dirutnya tidak masalah. Karena yang diatur dalam PP No 54 Tahun 2017 adalah status bagi dirut BUMDnya bukan dirut anak perusahaan,” jelasnya.
Kemudian soal besarnya beban biaya yang terjadi di anak perusahannya yaitu di PT SSS, Tamsul menjelaskan, sudah dilakukan evaluasi berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dari hasil RUPS didapatkan kesimpulan dan kesepakatan bersama antara PT GSM dengan PWJ yaitu melakukan efisiensi yakni melakukan pemindahan kantor PT SSS yang berada di Jakarta yang berjumlah 9 karyawan dan PT SSS yang ada di Surabaya dengan satu karyawan untuk dipindahkan ke kantor pusat yang ditempatkan di Kabupaten Sampang.
“Dari hasil analisa itu, ada keuntungan atau efisiensi sekitar Rp 1,5 miliar yang nantinya akan menjadi tambahan setoran ke Pemerintah Daerah Sampang sebagai pemegang saham. Nah soal penghasilan Rp 16 miliar PT SSSS, bengkaknya terjadi pada Harga Pokok Penjualan (HPP) yaitu mencapai Rp 11 miliar dan Rp 4 miliar merupakan gaji, tunjangan dan lainnya selama setahun,” jelasnya.
Dijelaskan Tamsul, pembengkakan nilai HPP dikarenakan tidak adanya aset alat. Sehingga dalam pelaksanaannya, harus menyewa alat berat ke pihak ketiga yang kemudian disewakan kembali kepada rekanan.
“Kalau nanti memungkinkan, kami bisa saja minta tambahan suntikan modal kepada pemerintah daerah. Tentu ini perlu persiapan dan kajian yang mendalam untuk membeli alat-alat yang dibutuhkan mitra kerja sehingga diharapkan nanti dapat menekan HPP,” bebernya.
Lebih jauh Tamsul menyampaikan, soal rekomendasi panja DPRD, pihaknya mengaku ada dua yang belum terselesaikan yaitu diantaranya menyelesaikan polemik anak perusahannya yaitu PT Sampang Mandiri Perkasa (PT SMP) dan laporan keuangan terkonsolidasi dengan anak perusahaan yang berbasis digital dengan tujuan untuk memudahkan pemantauan laporan neraca keuangan dan mengevaluasi semua kinerja keuangan lebih cepat di anak perusahaan.
“Jadi nanti kita lebih mudah memantau neraca keuangan anak perusahaan kami. Dan selama ini kami masih manual. Kemudian yang paling berat yaitu penyelesaian polemik di PT SMP. Sudah kami berusaha bahkan melalui sengketa di PN, tapi hasilnya yaitu putusan N.O. Makanya nanti pada tahun anggaran 2022 mendatang, kami akan melakukan kajian hukum dan perdagangan. Untuk jumlah nilai aset di PT SMP ya banyak dan kami tidak begitu hafal, tapi bisa di cek hasil investigasi khusus yang dilakukan BPKP,” terangnya. MUHLIS/ROS/VEM