Ketua Umum Kiai Muda Indonesia Kritisi Pendidikan NU dan Muhammadiah

0
1278
Gus Wahyu NH Aly dan DR. Agus, DH., MA

JAKARTA – Ketua Umum Kiai Muda Indonesia, Gus Wahyu NH Aly mengkritisi pendidikan yang mengklaim bernafaskan ke-Islam-an seperti pendidikan NU dan Muhammadiah. Hal ini disampaikan di depan ratusan jamaah Ashabul Kahfi di kantor pusat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di masjid An-Nahdlah, Sabtu malam, (24/09/16).

“Kemiskinan dalam Islam itu tidak terpenuhinya kebutuhan pokok baik salah satu atau keseluruhannya dari kebutuhan pangan, sandang, papan, akses pendidikan, dan akses kesehatan karena faktor ekonomi. Faktanya, sampai saat ini seperti apa upaya serius dari organisasi besar seperti NU dan Muhammadiah dalam mengupayakan akses pendidikan untuk umatnya?” tegasnya.

Pendidikan sebagai kebutuhan primer dalam perpekstif Islam, menurutnya suatu kebutuhan yang tidak pantas dibisniskan. Seharusnya juga, katanya, NU dan Muhammadiah mengupayakan pendidikan gratis untuk umatnya.

“Tidak terakses pendidikan karena faktor ekonomi, maka termasuk kategori miskin. Kemiskinan sendiri dalam Islam hukumnya fardhu kifayah. Artinya, apabila ada di kalangan masyarakat yang tidak bisa kuliah karena faktor ekonomi, maka wajib secara kolektif bagi kalangan yang mampu untuk mengupayakan akses pendidikan untuk masyarakat tak mampu itu,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, cucu KH. Abdullah Siradj Aly ini juga mengatakan, jumlah warga NU di Indonesia ada lebih dari 100 juta. Pada saat yang sama, warga NU-lah yang mayoritas hidup dalam kemiskinan. Menurutnya, hanya segelintir warga NU yang kaya. Ia pun menyoal warga NU termasuk pengurus PBNU jika memamerkan kekayaannya namun tidak peduli dengan kemiskinan yang dialami warga nahdliyin ini.

“Mirisnya, jika ada orang NU yang pamer kekayaan di hadapan warga NU yang mayoritas hidup dalam kemiskinan,” ungkapnya.

Selain itu, Gus Wahyu juga menyoal banyaknya umat Islam yang melaksanakan umroh namun tidak melaksanakan fardhu kifayah terkait kemiskinan. Dijelaskan, umroh sebagai ibadah sunah dan mengentaskan kemiskinan sebagai kewajiban kolektif. Ditegaskan, ketika ada orang Islam mengejar yang sunah dengan meninggalkan yang fardhu, dinilainya ibadah sunahnya tidak hanya tidak diterima namun ibadah sunah tersebut hukumnya justru haram.

“Mengejar umroh, dengan cara meninggalkan fardhu kifayah. Kemiskinan tidak dipedulikan. Umrohnya bisa bukan hanya tidak diterima, tapi juga bisa umrohnya itu menjadi haram hukumnya,” tandasnya.

Hadir dalam acara ini Wakil Ketua Lembaga Dakwah PBNU KH. Misbahul Munir Kholil, pakar ushul fiqih alumnus Al-Azhar Kairo Ust. DR. Agus. DH, Lc., MA., dan Dewan Guru Ashabul Kahfi seperti Kiai Rohmat dari bekasi, Kiai Lukman Nursalim yang juga pengasuh pesantren Yatim-Piatu di Cilodong, Depok, serta ratusan keluarga besar Ashabul Kahfi.

BAGIKAN
www.maduraexpose.com | Mengawal Kepastian Hukum