MADURA EXPOSE–Larangan kunjungan kerja (kunker) anggota DPRD yang menuai berbagai macam respon. Setiap daerah di DIY pun memiliki pendapat masing-masing.
Ketua DPRD Kota Jogja sepakat jika aturan perjalanan dinas keluar kota untuk menambah penghasilan dihilangkan dan digantikan melalui rapat-rapat di dalam kota. Namun, menurutnya, sampai saat ini pihaknya belum menerima surat resmi soal aturan tersebut.
“Kalau sudah ada surat resmi sudah pasti kami akan tindaklanjuti,” kata Sujanarko, Senin (9/5/2016).
Sujanarko mengaku dalam pembahasan APBD Kota Jogja sejauh ini juga sudah melalui efisiensi, salah satunya mengurangi dan memperpendek masa kunjungan kerja ke luar kota. Ia tidak menampik setiap perjalanan dinas semua anggota dewan yang ikut mendapat uang saku.
Namun politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini enggan menyebut berapa nominal uang saku yang diperoleh dalam sekali kunjungan kerja ke luar daerah.
“Tergantung daerah mana yang dituju dan SHBJ dari Pemerintah Kota,” kata Sujanarko.
Diakuinya, sejauh ini biaya perjalanan dinas dewan kota masih lebih kecil dibanding daerah lainnya, bahkan masih dibawah dari dewan kota dan kabupaten se-jawa. (UJA)
Anggaran Kunker Kulonprogo Paling Sedikit
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kulonprogo, Akhid Nuryati menyatakan selama ini memang kegiatan kunjungan kerja (kunker) sudah dibatasi karena keterbatasan anggaran. Dia bahkan mengklaim anggaran kunker DPRD Kulonprogo selalu paling sedikit dibanding kabupaten/kota lain di DIY.
Keterbatasan dana menuntut efisiensi dari setiap kegiatan, termasuk kunker. Akhid mengungkapkan, satu kunker sering kali diikuti atau dialokasikan untuk beberapa panitia khusus (pansus) rancangan peraturan daerah (raperda) atau sejumlah alat kelengkapan Dewan sekaligus. Mereka bahkan jarang menghadiri berbagai undangan dari pemerintah pusat demi berhemat.
Akhid menambahkan, DPRD Kulonprogo juga pernah berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai upaya penghematan anggaran kunker untuk memastikan hal itu tidak menjadi masalah dalam penyusunan laporan keuangan. Dia mencontohkan mengenai alokasi biaya menginap di hotel yang hanya memakai 30 persen dari ketentuan standar.
“Transportasinya kami pakai kereta kelas ekonomi juga tidak masalah demi efisiensi,” kata Akhid, Senin (9/5/2016).
DPRD Sleman Tak Setuju
Wakil Ketua DPRD Sleman Inoki Azmi Purnomo menjelaskan, larangan kegiatan bimbingan teknis (bimtek) yang diusulkan Mendagri Tjahjo Kumolo harus dilihat secara jernih.
Menurutnya, Bimtek masih diperlukan anggota DPRD sebagai kegiatan mendalami tugas dan fungsi Dewan. Termasuk juga untuk mempelajari peraturan-peraturan baru.
“Dari berita yang saya baca (soal larangan bimtek oleh Mendagri) Bimtek boleh dilaksanakan dan selama ini DPRD Sleman melaksanakan bimtek di dalam DIY saja,” ungkapnya kepada Harianjogja.com, Senin (9/5/2016) malam.
Dia juga tidak setuju dengan usulan Mendagri agar kunjungan kerja (kunker) ataupun studi banding yang selama ini dilakukan DPRD dihapus. Menurut Inoki, study banding yang dilakukan oleh DPRD di daerah-daerah selama ini harus dilihat urgensinya.
“Kalau study banding untuk kemajuan daerah atau pembentukan Perda (peraturan daerah) saya kira (tetap) perlu. Tetapi, (Dewan) harus selektif melakukannya. Atas dasar urgensi,” ucap Inoki.
Meski tidak setuju jika studi banding ataupun kunker DPRD dihapus, Inoki mengusulkan agar jumlah atau estimasi kunkernya dikurangi. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan kesan DPRD kerjanya cuma kunker saja dan meringankan beban keuangan daerah.
“Mungkin (kunker) bisa dikurangi jumlahnya dengan tetap mendasarkan pada penting tidaknya (kunker). Itu tetap menggaris bawahi,” tegas Inoki.
[harianjogja.com]